Industri sosial media di tahun-tahun belakangan ini menggeliat semakin pesat, kreasi dan interaksi pengguna sosial media telah melahirkan istilah baru dalwm kamus generasi milenial: Dunia Maya. Pada perkembangannya, aktivitas berbagi konten di dunia maya juga kian digandrungi berbagai kalangan lintas usia. Kecendrungan untuk mengunggah buah pemikiran, opini, keresahan atau apa saja di sosial media pada zaman ini pun telah melahirkan istilah terapan baru di dunia maya: Dikotomi hater vs lover. Istilah ini lambat laun dimaknai oleh (sebagian) kita sebagai pengganti istilah pro-kontra meski tak pernah benar-benar sama.
Hater vs Lover Berbeda dengan Pro Kontra
Secara sederhana-nya istilah hater vs lover lebih kepada generalisasi rasa berdasarkan asumsi bahwa yang "di seberang kita" pasti otomatis pembenci dan yang sejalan dengan kita pasti setuju dengan kita. Itu singkatnya asumsi hater vs lover. Alasan-alasan yang umumnya digunakan dalam dikotomi hater vs lover seringkali bersifat subyektif dan primordial lalu di generalisasi ke dalam kelompok. Misalnya si Fulan tidak suka orang beretnis tertentu karena alasan subyektif tertentu maka dia akan mencoba mengutarakan pemikirannya, pendapatnya, dan perasaannya pertama-tama ke dalam kelompok kecil.
Nah, jika kelompok kecil tersebut memiliki rasa dan kecendrungan tak suka sama seperti si Fulan, maka terbentuklah kelompok anti/hater terhadap sesuatu. Sebaliknya jika seseorang menyukai atau mengagumi sesuatu, juga ada kecendrungan untuk berkumpul dengan sesama pengagum dan perasaan kagum juga adalah sesuatu yang subyektif, mwka terbentuklah kelompok Lover.
**
Sementara untuk istilah pro-kontra umumnya lebih didasarkan atas pertimbangan ilmiah dan rasional biasanya berorientasi pada kenyataan dan logika, dan sangat sedikit ruang untuk hal-hal yang bersifat subyektif. Jika menyoal pro-kontra, baik kelompok pro dan kontra pasti memiliki argumentasi rasionalnya masing-masing dan dalam pro kontra tak ada kesalahan atau kebenaran absolut, juga tak ada kultus terhadap sesuatu, selalu ada ruang terbuka untuk perspektif baru.
Sayangnya di dunia maya, istilahhater vs lover seringkali mengkebiri istilah pro-kontra, meski jelas bedanya jika mau sedikit berpikir.
Hater dan Lover Belum Tentu Berpengaruh
Suatu Kelompok dianggap besar jika memiliki anggota atau massa dalam jumlah banyak, jadilah kelompok itu besar secara jumlah tapi belum tentu besar secara pengaruh. menyoal kekuatan pengaruh dalam sebuah kelompok sangat tergantung kepada sosok yang menjadi "tonggak atas" kelompok tersebut. jika si tonggak atas memiliki kemampuan prasuasi yang baik maka jadilah kelompok itu besar secara pengaruh ini terjadi di dunia maya maupun dunia nyata.Apapun yang berpengaruh akan mudah menjadi tren, menjaring massa dan diikuti banyak orang meski terkadang apa yang dilakukan belum tentu bermanfaat. Contohnya sudah terlalu banyak.
Sebaliknya baikhater atau lover yang tidak punya pengaruh, jika tidak berjuang secara kreatif, lama-kelamaan eksistensinya akan memudar.
Dikotomi Hater vs Lover: Ilusi Keintiman yang Diperparah Ruang Maya
Dikotomi Hater vs Lover lahir dari kultus terhadap suatu hal. Baik kelompok hater ataupun lover sama-sama membela apa yang dikultuskannya masing-masing Kultus yang pada gilirannya menghasilkan girah "pasang badan" dan ilusi keintiman terhadap suatu obyek, yang ironisnya diperparah dengan hadirnya ruang maya yang seolah menjanjikan dunia seujung jari, dunia tanpa sekat, namun sesungguhnya tetap terbatas.Dunia maya pun juga menjadi ruang berkembangnya entitas bisnie baru: Bisnis E-Hate; bisnis kebencian; salah satu sisi kelam dunia digital yang tumbuh subur berkat ilusi keintiman. Kenapa ilusi? Karena obyek yang dipuja maupun yang dihujat belum tentu peduli dengan adanya haterataulover.