[caption caption="Ilustrasi - kota kelam (kfk.kompas.com/Urianto Wu)"][/caption]1:
Di kota tua yang jauh, dingin
Di mana gelap lekas datang...
Ada namaku di salah satu sudut kota itu
Di kota itu...
Hujan berwarna lain
Seseorang berjalan menangis
Membawa beragam warna dari air matanya
Membungkusnya dalam temaram
Sepercik kelam yang bukan malam
Kota adalah banjir
Rumah-rumah berdesakan
Gedung-gedung ditinggikan
Jalan air tak terpikir
Di kota itu
Udara menyusutkan diri
Seperti racun
Membuat mata rabun
Di tepi Kota itu, di sana
Ornamen sajak tersusun
Bersama senja merah
Membenam dalam tabah
Untuk kembali merekah
Esok selepas siang lelah
Semesta pun tau siapa aku:
Rembulan pucat yang bersandar di bayang lidah mentari:
Terseok menapaki malam
Beradu terang dengan bintang pari
2:
Kopi adalah ranting Tuhan
Tempat di mana mimpi mulai berbuah perlahan
Sunyi ini adalah dingin
Menghirup kopi hangat yang mulai kehilangan aroma
Di punggung wanita yang sedang menikmati kopi
Ada puisi paling sedih yang dibaca oleh sepi
Sungguh melankolisnya tersaji
Rasa pahit tercecer mencari tempatnya sendiri
Sementara jemari menari
Mengabadikan sebuah nama ke dalam puisi
Mengemas cemas sebelum pukul tiga pagi