Lihat ke Halaman Asli

Naila Syafaah

Law and research enthusiast

Hak Asasi Anak untuk Tetap Hidup Selama Pandemi

Diperbarui: 19 Februari 2021   06:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Awal tahun 2020 merupakan masa dimana seluruh Negara di penjuru dunia terdampak virus corona (COVID-19), hingga pada bulan Maret 2020 WHO menetapkan status virus ini  sebagai pandemi global yang artinya wabah ini telah menyebar ke seluruh dunia. Dampak dari pandemi ini memberi pengaruh kepada seluruh aspek. 

Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan bahwa seluruh masyarakat tidak diperkenankan untuk melakukan kergiatan di luar rumah, seperti bekerja. Hal ini tidak menjadi masalah kepada orang yang bekerja di sektor formal, akan tetapi sangat berbeda dengan dampak dari mereka yang bekerja di sektor informal. 

Para pekerja informal hampir bisa disamakan dengan kehilangan pekerjaan karena tidak memiliki pemasukan sama sekali, terlebih lagi kebijakan harus selalu di rumah membuat masyarakat menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokok mereka dari pemerintah. 

Situasi dunia yang chaos menimbulkan gejolak di masyarakat, kondisi rumah tangga juga menjadi rentan dikarenakan banyak anggota keluarga yang diwajibkan untuk tinggal di rumah dalam kurun waktu yang lama dengan kondisi tidak ada penghasilan, banyak anak yang menjadi bandel akibat tidak bersekolah secara formal, dan persoalan lainnya. Hal ini ternyata menyebabkan konflik di dalam anggota keluarga hingga terjadi kekerasan dengan menyerang kelompok rentan yakni perempuan dan anak.

Data yang dihimpun oleh SIMFONI KEMEN PPA (Sistem Informasi Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak), KemenPPPA telah menerima 4.116 laporan kasus kekerasan terhadap anak, dan laporan terbanyak adalah kasus kekerasan seksual. Pada bulan Januari hingga Juli 2020, telah terjadi kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 68 korban eksploitasi, 76 korban TPPO, 346 korban penelantaran anak, 979 korban kekerasan psikis, 1.111 korban kekerasan fisik serta korban kekerasan seksual menduduki 2.556.[1] Di masa pandemi ini tidak ada tempat yang aman bagi anak sekalipun di rumah sendiri. 

Di Indonesia anak dilindungi oleh Undang-Undang, negara menjamin dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan termasuk di dalamnya jaminan perlindungan anak dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 2002. 

Kemudian dimuat lagi di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana yang menegaskan bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki pernana startegis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan serta perlindungan salam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, selaras dan seimbang.[2] 

Dengan alasan apapun, tidak dapat dibenarkan adanya kekerasan terhadap anak, baik itu karena masalah kesulitan ekonomi, stress sosial, dan lain sebagainya. Anak memiliki hak-hak yang diatur oleh banyak sekali peraturan perundang-undangan. Hak anak diatur berdasarkan kebutuhannya, yakni hak anak untuk hidup, hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dan pendidikan yang layak. Dan yang paling berperan dalam perlindungan hak anak adalah keluarga.  keluarga berfungsi sebagai tempat untuk merawat, mendidik dan menjaga anak baik secara fisik maupun psikis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline