Lihat ke Halaman Asli

Syekh Muchammad Arif

Menawarkan Wacana dan Gagasan Segar sertaUniversal

Penghormatan Habib: Syiar Islami atau Perbudakan Spiritual? Bagian Terakhir dari Dua Tulisan

Diperbarui: 25 November 2020   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

wikidata.org

Perhatian Al-Qur'an Terhadap Masalah Dzurriyah (Keturunan)

Allah berfirman: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. (QS. An-Nisa: 9)

Yang perlu digarisbawahi dalam ayat ini adalah kata "dzurriyah dhi'afan"(keturunan yang lemah). Sebagian ahli tafsir memaknainya sebagai anak-anak yang tidak mampu dan tidak memiliki pelindung (wali). Dan zahir ayat ini menggambarkan dan menunjukkan kasih sayang dan cinta pada anak-anak kecil dan anak-anak yang tidak mampu (yang tak mempunyai wali). Menurut hemat saya, secara lebih luas "dzurriyah dhi'afan"mungkin juga bermakna anak-anak yang lemah ekonomi, lemah kasih sayang (tak ada yang mengurus dan memperhatikannya) dan yang tak kalah pentingnya lemah pendidikan.

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. At-Thur: 21)

Yang menarik dalam ayat ini ditegaskan bahwa dzurriyah (keturunan) yang mengikuti orang-orang tua mereka dalam keimanan digolongkan dan dikumpulkan oleh Allah bersama orang tua mereka, meskipun level keimanan mereka tidak sama dengan orang tua mereka.

Sebab, bila hanya dzurriyah yang keimanannya sama atau lebih tinggi daripada orang tuanya yang dimasukkan (bersama orang tuanya), maka di sini tidak ada minnah (kenikmatan/anugerah) dari Allah yang patut disyukuri. Ayat ini secara tidak langsung mengisyaratkan keberkahan dan pengaruh keimanan dan ketakwaan orang tua dan nenek moyang terhadap anak-anak dan keturunan.

Dan satu poin penting lagi dalam ayat ini adalah masalah ittiba' (mengikuti) leluhur dengan keimanan yang disebutkan secara mutlak (umum) dan tanpa qaid (syarat dan penjelasan) apapun. Ini memberi pesan bahwa kamu keturunan orang yang baik dan ini nikmat  dan anugerah dari Allah. Yang penting kamu beriman (bertauhid) selevel apapun akan diterima oleh Allah, meskipun kamu gagal menyamai level keimanan orang tuamu.

Kecintaan Kepada al-Qurba Sebagai Imbalan Dakwah Nabi saw

Perhatian Al-Qur'an tentang masalah keluarga dan keturunan tampak pada penegasan perihal kecintaan kepada al-qurba (ahlul bait Rasulullah saw) sebagai imbalan dakwah Nabi saw. Dalam hal ini, Allah memerintahkan Rasul saw untuk meminta "upah" ini kepada umatnya melalui ayat:

Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang  kepada keluarga." (QS. Asy-Syura: 23)

Terkait dengan ayat tersebut, Sya'labi menulis: Dzil Qurba (keluarga) Nabi saw yang dimaksud adalah Ali, Fatimah, dan dzurriyah (keturunan) keduanya. (Tsa'labi, 1425 H, jilid 5, hal. 388). Fakhruddin ar-Razi berpandangan bahwa Dzil Qurba masih diperdebatkan.Tapi sebagian berpandangan mereka adalah Bani Hasyim. Syafi'i berpendapat, mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Ada juga yang berpandangan, mereka adalah keluarga Ali, Jakfar,Aqil dan keluarga Abbas dan keturunan Harist bin Abdul Muthalib dan ini pendapat Abu Hanifah. (Fakhruddin ar-Razi, 1401 H, jilid 8, hal. 171). Pendapat apapun yang terpilih, ini menunjukkan bahwa kedekatan secara nasab dengan Rasulullah saw itu membawa keberkahan dan kebaikan serta penghargaan khusus dari Allah Swt.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline