Lihat ke Halaman Asli

Semoga Ini Tak Betul-betul Menjadi Seperti Musim Durian

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13282314601520567222

Sudah beberapa hari ini, kota Jambi mulai akrab lagi dengan tulisan "Premium habis" atau dengan variasi lain, "BBM habis", "Bensin habis" bahkan "TUTUP". Pom bensin kehabisan stok salah satu barang yang dijualnya. Kalaupun ada, sudah pasti langsung diserbu oleh pembeli dan menyebabkan antrian panjang,walau memang belum sampai hitungan kilometer. Boleh dibilang, peristiwa kelangkaan BBM bukan hal baru lagi bagi warga kota ini. Dan juga bagi warga kota-kota lain, tentunya. Masih lekat diingatan pada bulan Juli tahun yang lalu, kondisi malah jauh terasa lebih kompleks. Bensin dan solar yang langka, listri yang mati selama selama berhari-hari karena ada salah satu peralatan yang meledak dan diiringi PAM yang juga mati total karena listrik penggerak motornya mati. Waktu itu, antrian BBM mencapai kiloan meter. Motor, mobil, dan orang-orang yang membawa jerigen-walaupun sudah terpampang jelas pengumuman TIDAK MELAYANI PENGISIAN JERIGEN- antri dengan kadar kesabaran masing-masing. Cerita mengantri BBM  hingga belasan jam atau bahkan menginap di SPBU bukan cerita luarbiasa lagi. Masih  saya ingat ketika salah seorang aparat yang membantu menjaga di SPBU dengan wajah kuyu mengatakan,"Mudah-mudahan stok BBM lancar lagi. Kasihan warga kalau seperti ini. Saya juga susah.Tadi pagi saja sampai gak bisa antar anak sekolah karena motor kehabisan bensin." Ketika saya tanyakan sudah berapa lama ia berjaga di sana, jawabannya " Sudah lebih dari 12 jam". Pantas saja wajahnya terlihat lelah. Belum lagi menghadapi pertanyaan dan kadang cerita kekesalan dari warga yang silih berganti, karena resah menanti kepastian mendapatkan BBM. Sesuatu yang menurutnya juga tak ia ketahui jawabannya. Sesekali antri mungkin tak terasa menjadi lebih menyesakkan kalau saja tidak melihat pemandangan 'fantastis' tak jauh dari SPBU. Dalam hitungan hanya beberapa meter, penjual bensin eceran mendadak menjadi ramai sekali. Harga jangan ditanya. Dalam hitungan jam pun bisa berubah, tergantung tingkat kesulitan dan lamanya menunggu antrian dan stok di SPBU. Belum lagi takarannya yang seringkali tak sesuai. Dan juga tak ada jaminan, itu adalah bensin murni tanpa campuran. Dan satu waktu ketika tak sabar mengantri, dan memasrahkan motro dengan salah satu Ayuk penjual bensin eceran itu, dengan ringannya ia berkata,"Kami ni tukang jual sajo. Kami dapat stok lah dari orang. Dia orang dalam, aparat". Entah siapa yang dia maksud, karena si Ayuk tak mau bercerita lebih lanjut. Aku jadi teringat kembali pada seorang aparat lain-berwajah lelah- yang mungkin saat itu juga sedang bertugas lagi berjaga di SPBU. Entah kenapa, kelangkaan bensin sudah seperti musim buah saja. Terjadi setiap tahun, bahkan kadang lebih dari sekali. Setiap 'musim' kelangkaan bensin datang, orang akan ramai mengerubuti. Seperti ramainya orang mendatangi penjual durian yang saat ini juga sedang tiba musimnya. Orang akan mencoba mendatangi berbagai pom bensin, mengukur seberapa panjang antrian yang sudah ada untuk kemudian ikut di dalamnya. Sama seperti orang-orang yang mendatangi banyak penjual durian, membandingkan durain-durian yang tersedia di penjual yang satu dengan penjual yang lain. Dan jika mendengar ada durian yang dijual lebih murah atau di gadang-gadangkan lebih nikmat, tak segan untuk bergegas kesana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline