Masyarakat sekarang tengah dihebohkan dengan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh oknun kepolisian republik indonesia. Kasus yang melibatkan banyaknya oknum kepolisian tersebut membuat marwah polri selaku institusi yang menaungi keadilan terancam diujung tanduk. Bagaimana hal ini tidak dapat terjadi melihat apa yang dilakukan oknum tersebut sangat tidak manusiawi dan sangat penuh dengan drama. Mulai dari laporan awal terjadnya saling tembak menembak antara Bharada E dan Brigadir J, penembakan dengan alasan karena Brigadir joshua melakukan pelecahan seksual terhadap "PC". Padahal fakta dilapangan tidak seperti itu, masyarakat digriring opininya seolah-olah brigadir J merupakan orang yang jahat dan bejat namun akhirnya kasus ini perlahan mulai terbongkar dengan mulai beraninya Bharada E untuk buka mulut dengan melakukan Justic Collaborator.
Melihat dinamika yang terjadi saat ini sebagai mahasiswa yang selalu memperjuangkan hak rakyat saya melakukan salah satu metode penelitian psikologi yaitu observasi sistematik metode ini terdiri dari dua model, pertama ialah observasi alamiah (observation natural) dan kedua adalah survei. Dalam hal ini saya akan menjelaskan melalui metode (observation natural) yang akan dikupas melalui tulisan opini kali ini. Observasi ilmiah atau sikap alami masyarakat merupakan sesuatu yang berhubungan dengan naluri sebagai sesama manusia. Melihat dan juga mendengar pendapat masyarakat terhadap kasus ini 80% masyarakat tidak percaya dengan kinerja polri. Lantas apa alasan masyarakat tidak percaya dengan kinerja polri? masyarakat dikejutkan dengan konferensi pers yang membeberkan terdapat 83 anggota polri yang terlibat dan 35 anggota polri lainnya direkomendasikan ditempat khusus ujar irwasum polri komjen Agung Budi Maryoto pada jumat(19/8/2022).
Ketika berita ini diturunkan banyak sekali mahasiswa khususnya masyarakat yang semakin tidak percaya dengan kinerja polri khususnya dalam menangani kasus pembunuhan Brigadir J. Kasus ini semakin menarik ketika komnas HAM ikut memberikan tanggapanyya terhadap kasus yang tengah ramai dibicarakan. Bahkan Mahfud MD, menyinggung soal "Dewasa" yang membuat masyarakat makin bingung dengan motif dibalik pembunuhan Brigadir J. Melalui beberapa dinamika serta banyaknya drama dalam kasus ini masyarakat seolah-olah dipermainkan oleh ulah FS. Dalam rapat antara Komisi III DPR dan juga pejabat di Kepolisian, Komisi III DPR minta kapolri pastikan tidak ada prank jilid II kasus FS.
Dalam hal ini citra kepolisian diambang batas kehancuran karena ulah FS mampu membuat opini masyarakat buruk terhadap sistem yang ada di kepolisian republik indoneisa. melalui metode (natural observation) bisa ditarik kesimpulan kalau memang benar masyarakat berada dalam fase tidak percaya dengan kinerja polri dalam menanangani kasus Brigadir J. Lantas bagaimana cara agar masyarakat kembali percaya dengan polri selaku institansi penegak hukum yang ada dinegara Indonesia?. Melihat kondisi masyarakat indonesa yang semuanya geram dengan kejadian kejam penuh akan drama yang dibuat oleh FS beserta beberapa pelaku lainnya. Masyarakat hanya minta kasus ini transparansi tanpa adanya pengurangan ataupun penambahan dari kasus Brigadir J. Disisi lain keluarga Brigadir J meminta hak-hak Brigadir J untuk diserahkan kepada keluarga, dan pelaku pembunuhan anaknya dihukum dengan hukuman yang setimpal.
Cerita ini bakal menjadi catatan kelam bagi instansi polri kedepannya, diharapkan nantinya setelah rapat Komisi III DPR bersama jajaran polri dapat membuat citra baik polri kembali dan marwah polri selaku penegak hukum di indonesia serta tingkat kepercayaan masyarakat kembali naik terhadap polri. Dengan kejadian ini kapolri selaku pimpinan tertinggi mengusut tuntas oknum yang membuat marwah kepolisian republik indonesia menjadi hancur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H