Lihat ke Halaman Asli

Fiksi Mini | Tiga Ribu Satu Pikiranku dan Dia

Diperbarui: 18 Mei 2024   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

      Mereka mendekatiku, terus melangkah, dan aku menatap lurus ke depan. "Jangan mendekat." Aku memerintahkan mereka agar diam di tempat, untuk yang ke--entah berapa kalinya. Tapi mereka terus mendekat, hingga aku bisa merasakan bayanganku akan direbut oleh mereka. Aku tidak boleh melupakan bayanganku, aku tidak boleh kehilangan masa lalu. Bayanganku berisi beribu-ribu orang yang telah mengisi hidupku. 

     'Salah satu dari mereka mungkin akan menelanku.' Pikiranku mulai membelah diri, jumlahnya berlipat, berputar-putar. Menjadi seribu pikiran tentang masa depan, seribu pikiran tentang masa kini, dan seribu pikiran tentang masa lalu. Kepalaku berdenyut karenanya. Ruangan kosong ini dipenuhi oleh bercak. Bercak rasa-rasa yang ditinggalkan bayanganku. 

    "Sudah kubilang, jangan mendekat!"Kuteriakkan dengan lantang. Ingin rasanya mereka aku ancam. Dan aku mulai memikirkan ancaman yang mungkin akan digunakan oleh mereka. Tiga ribu satu pikiranku tidak muat berada di kepala. Kepalaku meledak. Aku hancur menjadi beribu sel. Mataku hancur. 

     Mereka menggerogoti diri dan ingatanku. Rupanya bayanganku masih ada di sana, tapi aku tidak lagi mengingat dan melihatnya. Ada yang mengais-ngais sisa tubuhku. Dia memelukku sambil mulutnya terus membisikkan, "Terlelaplah sayangku, percayalah padaku," seolah ia hendak menyelamatkanku. Jari-jarinya menusuk dan menjelujurku. Mungkin ia akan meninggalkanku nanti, tapi aku terlelap karenanya. Dia akan bertarung dengan mereka berdua, si Takdir dan Asa. Dia akan membelaku, tapi aku tidak lagi bisa melihat. Suaranya samar-samar redup. 

    Tiga ribu satu pikiranku hilang. Ingatanku juga. Direbut oleh dua di antara tiga. Semoga tidak ada yang kalah dalam pertarungan ini. Semoga mereka berakhir baik dan ingatanku kembali. Dia bukan siapa-siapa. Namanya 'Rasa Percaya'. Aku belum tahu siapa dia, tapi dia memelukku. Dan aku memutuskan akan memercayainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline