Lihat ke Halaman Asli

Syauqi Almalik

Masih Mahasiswa

Menilik Pemikiran Politik Sir Muhammad Iqbal

Diperbarui: 7 Juni 2021   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Politik Islam adalah politik pada umumnya namun hukum didalamnya berdasarkan dari Al-Qur'an dan Hadits serta hasil musyawarah yang biasa disebut dengan Ijma. 

Seiring perkembangan zaman, aturan politik dan perekenomian dunia berubah ubah, bahkan termasuk kedalam negara Islam. Kemajuan zaman membuat setiap negara harus menentukan hukumnya sendiri sesuai dengan keadaan negara tersebut. 

Setelah lunturnya abad kegelapan, yang dimana hukum harus atas dasar agama. Abad setelahnya ini atau abad Cahaya adalah zaman dimana orang orang lebih memilih menggunakan logika dan pengetahuan yang zahir sebagai pedoman hidup dan aturan bernegara. 

Namun, pilihan ini bukan suatu pilihan yang baik karena mereka lebih mengunggulkan logika dan menghilangkan agama dalam diri mereka yang dapat membuat mereka kehilangan pendidikan moral yang telah diajarkan sedari dulu. Negara bagian timur tengah adalah orang orang yang mempertahankan nilai nilai agama itu. 

Walaupun banyak pemikiran baru namun mereka tak mau kalah dalam pembaharuan. Mereka menjadi pembaharu dalam keilmuan, ilmu pengetahuan tak membuat mereka menghapus agama dalam hidup mereka. Sebut saja pemikir Politik Islam asal Pakistan Sir Muhammad Iqbal. Dia adalah pemikir politik modern yang berpengaruh dalam politik dunia.

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, pada 9 Oktober 1877. Ia masyhur sebagai penyair, politikus, dan filsuf Islam. Iqbal dianggap salah satu tokoh terpenting dalam sejarah sastra Urdu dan Persia. Ia juga ditahbiskan sebagai bapak spiritual Pakistan karena mencuatkan ide pendirian negara tersebut.

Sebagai filsuf, Iqbal terkenal dengan konsep khudi (pribadi, diri, selfhood). Ia oleh orientalis terkemuka asal Jerman, Annemarie Schimmel, dikategorikan sebagai filsuf profetik. Pemikirannya banyak dipengaruhi Rumi, al-Ghazali, Goethe, Nietzche, dan Bergson.

Menurut Souleymane Bachir Diagne dalam Islam and Open Society Fidelity and Movement in the Philosophy of Muhammad Iqbal (2011), filsafat Iqbal merupakan filsafat harapan, kerja, jihad, dan pengorbanan diri. Sedangkan seruannya adalah seruan kehormatan, kemuliaan, dan kebebasan.

Iqbal tak jemu mendorong berbagai bangsa untuk berjuang demi kebebasan dan kehormatannya. Seruannya ditujukan kepada seluruh umat manusia, khususnya kaum muslimin. Seruan dan filsafatnya didasarkan pada sejarah Islam. Sajak-sajak Iqbal, kelak menjadi lagu-lagu perjuangan kaum muslimin di India dan Pakistan. 

Iqbal mengelar berbagai pertemuan politik dan menjadi tulang punggung Liga Muslim. Bagi Muhammad 'Ali Jinnah, Iqbal adalah seorang karib, tokoh, dan filsuf. "Pada saat-saat yang paling sulit yang kualami di Liga Muslim, Iqbal bagaikan batu karang. Sekejap pun dia tidak pernah tergoyahkan," kenang Jinnah.

Pada 1937, ia mengirim surat kepada Muhammad 'Ali Jinnah, ketua Liga Muslim. "Jalan terbaik yang bisa mengantarkan pada perdamaian di India dalam kondisi yang demikian, hendaknya negeri ini dibagi berdasarkan prinsip-prinsip ras, keagamaan, dan bahasa," tulisnya. Iqbal adalah orang yang pertama kali menyerukan pembagian India, sehingga kaum muslim mempunyai tanah air sendiri. Seruan ini, menurut sebagian pendapat, merupakan seruan yang aneh. Sebagian orang memandangnya sebagai impian orang gila. Namun, seruan Iqbal kemudian menjadi kenyataan dengan lahirnya Pakistan pada 14 Agustus 1947, sembilan tahun setelah Iqbal wafat pada 21 April 1938, tepat hari ini 83 tahun lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline