Lihat ke Halaman Asli

Keunikan Arsitektur Candi Pari

Diperbarui: 8 Maret 2023   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kerajaan Majapahit meninggalkan banyak sekali peninggalan di berbagai tempat, terutama di Jawa. Salah satu peninggalan kerajaan Majapahit adalah Candi Pari. Candi pari merupakan peninggalan kerajaan Majapahit yang terletak di desa Candipari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. 

Bangunan Candi Pari menghadap kearah barat dengan arsitektur bangunan mulai dari kaki candi, bilik candi, dan atap candi. Banngunan Candi pari memiliki luas sekitar 10x10 meter dan memiliki tinggi hampir 2 meter. Bilik candi pari memiliki luas sekitar 6x6 m dan atap candi memiliki luas sekitar 7,8x7,8 meter. Candi pari memiliki tinggi sekitar 4 meter.

Candi Pari merupakan sebuah wujud penghormatan atas muksanya pasangan suami istri Joko Pandelengan dan Nyai Roro Walang Angin. Mereka berdua memiliki jasa yang sangat besar bagi Kerajaan Majapahit dikarenakan merekalah yang membantu kerajaan Majapahit dalam memasok padi pada saat Majapahit mengalami gagal panen. 

Pada suatu ketika Raja Hayam Wuruk menyuruh para prajurit untuk menjemput paksa Joko Pandelengan dan Nyai Roro Walang Angin. Sebelum para prajurit tersebut datang menemui mereka, mereka berdua merasa takut dengan penjemputan tersebut dan ketika para prajurit tersebut telah tiba di rumah mereka, mereka berada meminta ijin untuk pergi ke suatu tempat dengan beralasan ingin memenuhi kebutuhan. Joko Pandelengan pergi ke lumbung padi dan Nyai Roro Walang Angin pergi ke sumur untuk mengambil air. Dan mereka menghilang begitu saja tak tahu dimana. 

Setelah itu para prajurit kembali ke istana dan memberi kabar tersebut ke raja Hayam Wuruk. Kemudian raja Hayam Wuruk memerintahkan untuk membangun candi di tempat mereka menghilang yaitu di lumbung padi yang dinamakan Candi Pari dan sumur yang dinamakan Candi Sumur. Dua candi ini memiliki jarak yang berdekatan.

Candi Pari dibangun dengan bahan utamanya menggunakan batu bata merah yang merupakan salah satu ciri khas candi pada masa kerajaan Majapahit. Candi pari memiliki bagian ambang pintu masuk yang terbuat dari batuan andesit dan diatasnya terdapat tulisan berbahasa jawa kuno yang memperlihatkan angka tahun 1293 C atau 1371 M3. Menurut penelitian N. J. Krom yang dijelaskan dalam bukunya "Inleading Tot de Hindoe Javansch Khuruhst" bahwa bangunan Candi Pari bercampur dengan pengaruh Campa. Karena N. J. Krom melihat adanya hubungan yang dekat antara jawa dan Campa.

Candi Pari terbuat dari batu bata merah dan di sekelilingnya terdapat tepi pradhaksinapatha. Tepi pradhaksinapatha yaitu tempat yang terletak di sekeliling candi. Fungsi praktis tepi pradhaksinapatha yaitu hanya sekedar untuk mengelilingi candi. 

Candi pari itu sendiri memiliki bentuk yang agak tambun dan memiliki tiga bagian yaitu kaki, tubuh, dan atap yang dimana bagian tersebut memiliki unsur filosofis tersendiri yang identic dengan pembagian alam semesta. Kaki atau yang biasa disebut dengan bhurloka merupakan lingkungan alam dari makhluk yang masih bisa mati. Tubuh atau yang biasa disebut dengan bhuwarloka adalah lingkungan mereka yang telah disucikan. Kaki atau yang biasa disebut dengnan swarloka adalah alam para dewata.

Sekeliling candi pari juga terdapat candi perwara yang terlihat dari bekas pondasinya. Dilihat dari arsitektur bentuk kaki candi pari memiliki selasar dan pola susunan tangga 2-1. Pola tangga tersebut merupakan pengganti dari kala. Pada arsitektur candi pari kala yang pada umumnya terletak di pintu masuk bagian atas diganti dengan hiaasan motif segitiga sama sisi. Dan juga terdapat segitiga setengah bulatan meerupakan lambang dari lingga dan yoni. Hal ini didukung oleh cerita rakyat bahwa candu pari dipersembahkan kepada Joko Padelengan yang menghilang. Adapun relung arca di Candi Pari yang digantikan dengan beberapa miniature candi. Pada relung arca tersebut juga terdapat beberapa patung perwujudan dewa yaitu Durga, Agastya, dan Ganesa. Salah satu miniature candi terdapat pada atap candi yang diibaratkan sebagai Mahameru yang diyakini sebagai tempat tinggalnya para dewa-dewa di surga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline