Lihat ke Halaman Asli

Syarwan Edy

@paji_hajju

Agustus dalam Bayangan Kelupaan

Diperbarui: 3 Agustus 2024   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merdeka bukan hanya sekedar kata, tapi dalam aksi nyata! (dokpri)

Tentang Agustus, tentang sejarah masa lampau yang berkisah perihal kemerdekaan dan kenyataannya.

Di sudut paling sepi, lelaki setengah duka terpejam, memendam lukanya sendiri pada puisi yang paling sunyi. Ia menggenggam setangkai puisi, membunuh bunyi, lalu menertawakan air mata yang telah lama jatuh di pipi. 

Di atas secarik kertas dan pena, Ia berusaha menampilkan senyum terbaik, setelah menghilang begitu lama dari beranda semesta. Ia memeluk rindu yang piatu dengan mata berkaca-kaca, membaca kembali tentang sejarah yang telah lalu. Membolak-balik halaman yang telah terlupakan, mencari jawaban di balik tirai kebohongan.

Ada resah yang tumpah, ada juga air mata yang jengah membasah, apakah juga akan ada senyum tulus merekah? Di antara derak api dan bisikan doa, tersirat pergulatan batin yang tak lagi terbendung. Lelaki itu mencoba menemukan jalan pulang, ke tempat hati dan doa bersatu, menghapus semua yang pernah terceraikan. Ia terhenyak, menyaksikan rentang waktu kisah heroik, tragedi, dan pergolakan yang terekam jelas dalam barisan kata mengingatkannya pada fragmen masa silam.

Agustus, terlelap dalam sunyi, terlupa di antara gemerlap Juli dan September. Senyap, tanpa kemerdekaan yang didekap, terselip di antara musim yang lain. Agustus berakhir, semuanya juga ikut berakhir bagai memeluk bayangan yang teramat miris. Bulan yang tersapu arus, terlupa oleh waktu yang tak mengenal belas. Kemudian satu per satu, halaman sejarah Ia ingat, berharap generasi selanjutnya tak tersesat. Belajar dari masa lalu, menemukan jalan baru, menuju dunia yang lebih damai, penuh harapan.

Dan lelaki itu bertanya dalam hati; masihkah kita ingat Bung Tomo dengan semangatnya? Masihkah semangat itu membara di dada kita? I Gusti Ngurah Rai dengan puputan margarana? Rela membuang nyawa, demi kehormatan bangsa.

 Palagan Ambarawa dengan tumpah darahnya? Saksi bisu medan perang yang merah, bermandikan darah untuk melawan penjajah. Ataukah mereka hanya tinggal nama dan dilupakan dalam sejarah? Semoga tidak, semoga kisah mereka selalu dikenang dalam arus waktu yang tak terbatas.

Sang saka Merah Putih berkibar tinggi, lambang kemerdekaan bagi negeri ini. Namun, apakah benar nestapa telah tiada? Ataukah masih ada lara, sengsara yang terselubung? Dalam keragu-raguan, kita berpikir, apakah penderitaan benar-benar telah sirna? Atau masih ada jejak-jejak kesedihan yang menanti untuk dihalau? Merdeka bukan hanya sekedar kata, namun juga makna yang harus terwujud.

Kebahagiaan begitu jauh, seolah tak akan mampu kita sentuh. Kesedihan begitu riang, seolah ikut larut menghantui tangis tanpa ujung. Namun, tetaplah berharap, agar fajar datang menerangi. Menghapus kegelapan, membawa cahaya baru. Karena Agustus, bulan yang tak boleh terlupakan. Banyak peristiwa, bulan kelahiran bangsa ini merdeka. Agustus, bulan yang penuh makna, menjadi bukti perjuangan tanpa henti. Mewujudkan cita-cita luhur, merdeka, adil, dan makmur sentosa.

Akhirnya, lelaki itu mencoba menyatukan kembali pecahan kepercayaan yang telah lama terpisah. Berharap, doa-doa yang sempat ia tukar, dapat kembali menyembuhkan luka yang masih basah. Meskipun Ia pura-pura lupa, mengingat kisah, menyiksa segala yang ada. Lelaki itu akan terus berjuang, sampai semua rantai terbuka, sampai semua tirai kegelapan terhempas, sampai kilauan kemerdekaan menyingsing di ufuk kehidupan.

Paji Hajju 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline