Lihat ke Halaman Asli

Piala Dunia, Gempita Afsel Vs Kasus Gayus

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

[caption id="attachment_167455" align="alignright" width="300" caption="Gayus Tambunan/Admin (Kompas)"][/caption] Bak kipas angin yang dikipas saat tubuh kepanasan, kasus Century mendapat pertolongan alih isu.   Gak usah capek-capek  siaran pers, masyarakat sudah mulai melupakan sejenak  kasus Gayus sembari menghitung-hitung tim idamannya.  Untuk sementara biarkan Bapak SD, termehek-mehek di ruangan kotak prodeo. Siapa yang peduli.  Selama tim jagoan bisa tampil berlaga di lapangan, untuk sementara semua lupa kasus Gayus. Mungkin kini bapak SD sang blower peluit sedang terduduk sendiri dalam ruang prodeonya. Dunia prodeonya tidak segegap gempita PD di Afsel. Maaf Pak SD, kami lupakan dulu sejenak peperanganmu melawan antek-antek Gayus, kami sedang menikmati hidangan piala dunia Afsel yang  gratis. Untuk sementara, layar kaca kami sudah hilang gambarmu. Yang kini muncul adalah talkshow, prediksi, hingar bingar nobar, dan serentetan aksi massal memeriahkan PD 2010.   Untuk sementara juga, televisi kehilangan momen yang telah  Bapak ciptakan.   Karena di DPR, para selebritis itu sedang ramai membicarakan tim  favoritnya yang akan berlaga. Maaf, pak SD, kini kami sedang membicarakan tim  favorit yang bakal juara.  Bagi para fans dan supporter akan marah dan kesal bila tim idaman sudah mental di babak penyisihan.  Untuk sementara babak penyisihan masih panjang. Masih ada waktu sebulan untuk melihat tim idaman meraih juara.  Cukup waktu sebulan untuk melupakan kasusmu. Maaf, pak SD. Kami tak bisa berbuat apa-apa.  Kami hanya bisa duduk manis di depan tipi sambil menikmati cemilan kacang dan teh manis.  Sesekali kami teriak-teriak  dan memaki-maki tim kami.  Sesekali kami juga tak sadar menendang membayangkan menjadi pemain striker saat pertandingan.  Maaf pak SD, acara itu bisa membius kami.  Tapi kami tak bisa menolak atau menerima.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline