Luwu - Belum lama ini, PT Masmindo Dwi Area (MDA) mengeluarkan klarifikasi terkait penebangan paksa pohon cengkeh milik warga Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu. Namun, pernyataan tersebut menuai kritik dari Rudi Sinaba, SH.MH, praktisi hukum setempat.
Menurutnya, argumen PT MDA tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), PT MDA wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemilik lahan sebelum melakukan kegiatan produksi. Selain itu, PT MDA tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembebasan tanah karena pembebasan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.
Lanjut Rudi menyatakan, tindakan PT Masmindo Dwi Area (MDA) tidak berdasar hukum yang berlaku, seharusnya mengacu pada:
1. Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 136 ayat (1) menyebutkan: "Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Berdasarkan pasal tersebut, PT. MDA sebagai pemegang IUP (sebelumnya Kontrak Karya) wajib menyelesaikan semua hak-hak warga sebelum melakukan operasi produksi.
2. PT. MDA tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembebasan tanah, karena "pembebasan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum hanya dapat dilakukan oleh pemerintah," sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021.
3. PT. MDA juga tidak termasuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 8 Tahun 2023. Pengadaan lahan untuk kepentingan umum melalui pembebasan tanah hanya berlaku bagi proyek yang dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Karena PT. MDA bukan merupakan PSN, tidak mungkin dilakukan pembebasan tanah sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 2 Tahun 2012.
Oleh karena itu, PT. MDA hanya dapat menempuh proses pelepasan atau penyerahan hak melalui mekanisme tawar-menawar dengan pemilik lahan. Jika tidak terjadi kesepakatan harga, PT. MDA tidak dapat secara sepihak menyerobot lahan warga atau merusak tanaman warga karena tindakan tersebut merupakan tindak pidana.
4. Prosedur penitipan ganti rugi atas pembebasan tanah untuk kepentingan umum, dalam hal pihak yang berhak menolak pembayaran, harus dititipkan di Pengadilan Negeri setempat (Pasal 42 UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2016), bukan di bank. Dengan demikian, tidak ada dasar hukum bagi PT. MDA untuk melakukan prosedur penitipan ganti rugi tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 Tahun 2012, apalagi dengan menitipkannya di bank, yang jelas keliru.
Kesimpulannya, tindakan PT. MDA memasuki lahan warga dan memotong tanaman warga adalah tindak pidana.