Prinsip Instrumen Seleksi Calon Pegawai
Beberapa waktu lalu sempat viral di media online tentang capaian skor hasil seleksi penerimaan calon pegawai di Jawa Tengah. Pecah rekor dengan nilai tertinggi diraih seorang ibu buruh pabrik. Nilai fantastis mencapai 476 dengan rincian nilai TWK 120, nilai ITU 155 dan nilai TKP 201. Angka ini menjadi nilai tertinggi se provinsi pada seleksi kompetensi dasar Kemenkumham tahun 2024.
Untuk menjadi bintang dalam kontentasi ini, Tri Cahayaningsih harus berbagi waktu dan peran sebagai pekerja buruh pabrik, peran istri sekaligus menjalani peran ibu dari anaknya dengan meluangkan waktu belajar di tengah aktivitas sekolah anaknya dan kerja shift di pabriknya.
Inspirasi bagi para pengadu nasib dalam dunia kerja, bahwa nilai tes seleksi menjadi parameter kelayakan untuk diterima menjadi SDM di sebuah organisasi. Pada sisi lain munculnya skor hasil seleksi menjadi gambaran betapa sebuah organisasi sudah selayaknya menerapkan prinsip penilaian input calon pegawai dengan maksimal. Sehingga penyelenggaraan seleksi penerimaan calon pegawai harus melibatkan perangkat efektif dalam menjaring calon SDM unggul dan berkaulitas.
Proses rekruitmen calon pegawai merupakan wujud kesungguhan dalam upaya membentuk masa depan organisasi berbasis human resource yang profesional. Untuk menghasilkan input SDM terbaik perlu persiapan operasional dalam mengaplikasikan instrument seleksi. Oleh karenanya tes seleksi harus mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut ;
Pertama Standarisasi sebagai kunci dari sebuah instrumen seleksi yang baik. Peserta seleksi harus berada dalam kondisi dan prosedur yang sama. Dalam perspektif psikologi, standarisasi bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada variabel eksternal yang memengaruhi performa peserta, seperti lingkungan yang ribut atau instruksi ambigu, apabila hal ini muncul maka stres menjadi dominan menimpa peserta tes.
Kedua Obyektivitas tes seleksi harus mengacu pada perlakuan yang adil bagi semua peserta tes. Hal ini sangat penting untuk mencegah munculnya diskriminasi atau bias kognitif dari penguji yang mungkin menilai berdasarkan prasangka pribadi. Tes yang obyektif akan memberikan skor yang sama untuk jawaban yang sama, tanpa memperhatikan latar belakang peserta.
Ketiga Norma dalam psikologi norma sangat penting karena memberikan pemahaman tentang di mana posisi individu dibandingkan dengan populasi umum. Norma juga membantu dalam mengidentifikasi individu-individu yang berada di luar batas kinerja normal.
Keempat Reliabilitas yaitu indikator utama dalam menilai kualitas tes seleksi harus ajeg, tidak ada perubahan signifikan dalam kondisi mental atau fisik peserta. Konsistensi ini penting untuk memastikan bahwa hasil tes benar-benar mencerminkan kemampuan, keterampilan, atau karakteristik yang diukur, tanpa dipengaruhi oleh variabel lain, seperti suasana hati atau kelelahan sesaat.
Kelima Validitas dalam psikologi, validitas bisa diartikan sebagai sejauh mana tes tersebut terkait dengan kriteria eksternal yang relevan, seperti kinerja kerja atau kemampuan kognitif tertentu. Tes yang tidak valid akan memberikan hasil yang menyesatkan, karena gagal menangkap variabel yang sebenarnya ingin diukur, sehingga keputusan seleksi menjadi kurang tepat. Wallahu A’lam