Lihat ke Halaman Asli

Menggali Filsafat "Ketiadaan" sebagai Sumber Makna

Diperbarui: 31 Oktober 2024   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam filsafat, banyak pemikiran telah ditelusuri terkait "keberadaan" atau "ada" sebagai sumber makna hidup, tetapi sedikit yang mengupas konsep "ketiadaan" secara mendalam. Ketiadaan biasanya dianggap sebagai ketiadaan makna atau kekosongan yang menakutkan. Namun, bagaimana jika ketiadaan ini justru merupakan kunci dalam memahami makna terdalam dari keberadaan?

Ketiadaan bukan sekadar nihilisme atau ketiadaan makna, melainkan suatu ruang potensial yang mendasari setiap pengalaman kita. Ketiadaan ini, dalam pandangan tertentu, mungkin adalah kondisi mendasar di mana segala sesuatu berpotensi untuk ada, seperti selembar kanvas kosong yang menanti untuk dilukis. Dalam keheningan dan kehampaan, kita memiliki ruang untuk menyadari dan menciptakan makna.

Sebuah pertanyaan mendasar muncul: jika makna hanya dapat muncul dari ada, mungkinkah makna juga muncul dari ketiadaan? Dengan memikirkan ketiadaan, kita ditarik untuk mempertanyakan aspek-aspek eksistensi yang sering dianggap remeh. Misalnya, bagaimana keheningan, atau kekosongan, bisa memberi kedamaian batin lebih mendalam daripada sekadar pencapaian materi atau pengalaman sensori?

Di sisi lain, ketiadaan juga mengandung ketegangan---ia menjadi batas antara "ada" dan "tidak ada," memberi kita kesadaran tentang kefanaan. Sebagaimana Heidegger menyinggung konsep "menjadi," setiap manusia sadar akan akhirnya, sadar bahwa suatu hari akan kembali ke "ketiadaan". Inilah yang membuat pengalaman hidup kita lebih intens dan bermakna.

Dalam cara yang paradoksal, ketiadaan dapat menciptakan rasa syukur yang dalam. Ketika kita menyadari bahwa semua yang kita miliki mungkin tidak akan selalu ada, maka kita lebih menghargai momen dan hal-hal kecil dalam hidup kita.

Dengan demikian, filsafat ketiadaan bukanlah sebuah penyangkalan, melainkan jalan baru dalam memahami eksistensi. Melalui perenungan ini, kita mungkin dapat menemukan bahwa kekosongan bukanlah lawan dari makna, tetapi justru ruang di mana makna itu sendiri muncul dan berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline