Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Reviu Film: Just Mercy (2019)

Diperbarui: 21 Juli 2023   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://bacaterus.com/wp-content/uploads/2021/02/Sinopsis-Just-Mercy.jpg

Ini film baru dengan seting lama. Hasilnya tidak mengecewakan.

Berkisah tentang perjuang kesetaraan kedudukan warga kulit hitam dan kulit putih, khususnya dalam hal penegakan hukum. Dalam dunia pemikiran rasis, orang kulit hitam senantiasa dipandang memiliki potensi kriminal yang lebih dibanding orang kulit putih. Celakanya, kelompok yang memegang kendali kuasa adalah orang kulit putih di hampir semua lini, termasuk dalam penegakan hukum.

Ini tentang perjuangan Bryan Jefferson, seorang lawyer lulusan Harvard berkulit hitam. Pengalaman kematian kakeknya yang meninggal karena pembunuhan tanpa adanya "penolong", membawa Bryan bercita-cita menjadi penegak hukum untuk menjadi pembela kaumnya. Ia bertekat untuk membawa sebuah perubahan.

Bryan memilih Alabama sebagai kawah candradimukanya. Sebuah wilayah yang sejak awal sudah diprediksi tidak akan mudah. Tidak ada masa depan gemerlap di sana. Namun Bryan tetap berangkat dengan tekat kuat. Dia langsung berhadapan dengan dengan banyaknya penjatuhan pidana mati tanpa adanya pembelaan, dan hampir kesemuanya kulit hitam.

Adalah Jonny D, seorang pria kulit hitam dituduh sebagai pelaku pembunuhan kelas 1 terhadap seorang Wanita muda kulit putih. Jelas, pidana mati melalui kursi listrik adalah ganjarannya. Hanya saja, dia bukan pelakunya. Dia dituduh atas dasar hanya satu kesaksian. Bryan datang sebagai orang yang hendak membantu. Namun meyakinkan Jonny D untuk mau dibantu juga bukan perkara mudah. Dalam situasi sistem yang rusak, sebuah tawaran kebaikan akan tampak seperti ejekan.

Dalam film ini Anda akan disajikan gambaran hukum di Alabama, sebuah negara bagian Amerika yang penuh dengan cacat karena bercampur dengan rasisme. Hukum bukan saja tajam kepada orang hitam, namun direkayasa agar hanya orang hitam saja yang menjadi pesakitan. Tentu ini adalah penghinaan luar biasa terhadap kemanusiaan. Sehingga, jika Anda waras, pasti akan merasa marah, jengkel, dan sedih.

Pertarungan satu lawan satu akan terlihat mengasikkan. Namun pertarungan seorang diri melawan ketimpangan sistem dan cara berpikir, butuh ketahanan emosi. Saya sendiri merasa emosi ketika menyaksikan film ini. Terlalu riil... Ini semua menunjukkan bahwa rasa kemanusiaan itu universal. Begitu ada perendahan terhadap martabat manusia, maka otomatis kita merasakan rasa perih juga meski hanya melihat, bahkan sekedar mendengar kabar saja.

Inilah mungkin, mengapa film ini diberi judul Just Mercy. Just mercy dalam Bahasa Indonesia dapat dipahami dalam kalimat pertolongan Tuhan dalam Bahasa al kitab belas kasih. Mengapa demikian, karena melawan sistem buruk adalah tindakan yang tidak mudah. Serba sulit. Apalagi jika semua lini sudah rusak. Kepolisian sudah korup, jaksa dan hakimnya rasis, maka tidak ada harapan lagi untuk sebuah keadilan.

Namun, Tuhan memberikan manusia bekal berupa Nurani dan akal sehat. Kebenaran bersifat terang. Selama dia dibuka, maka setiap Nurani dan akal sehat akan silau karenanya. Oleh karenanya, menutupi kebenaran adalah kejahatan itu sendiri. Menutupi kebenaran adalah penghinaan kepada akal sehat dan kemurnian Nurani, sekaligus itu adalah merendahkan Tuhan. Maka siapapun, mestinya tersinggung ketika ada rekayasa keadilan. Keberhasilan Bryan dan komunitasnya, adalah berkat Tuhan untuk kemanusiaan.

Penghinaan kepada manusia, adalah penghinaan kepada Tuhan. Perjuangan mewujudkan hukum berkeadilan merupakan perjuangan kemanusiaan di bawah panji Tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline