Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Ketidakteraturan yang Diatur

Diperbarui: 1 September 2020   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peredaran batu angkasa, sesekali keluar jalur dan menimbulkan benturan-benturan dan menghasilkan meteor yang bersliweran. Gunung yang begitu kokoh, sejuk dan tenang, sesekali ia bergetar, menggugurkan bongkahan untuk dilongsorkan, mengeluarkan sedikit "dahak" untuk dimuntahkan. 

Laut yang membentang dengan ombak yang tenang, sesekali meninggikan gelombang dan menggulung pantai dengan dahsyat. Pohon yang tumbuh terus berkembang, pada satu titik tertentu harus melakukan "tirakat," apakah dengan mengeringnya dahan kemudian terjerembab, atau dengan berhenti berbuah untuk beberapa musim, hingga akhir puncaknya dia merebahkan diri berkalang tanah. Tidak ada yang benar-benar lurus dan tetap dalam hidup ini. Karena kehidupan ini sendiri selalu menyimpan kejutan.

Begitulah kira-kira Tuhan merancang sunnah-Nya. Ada keharusan-keharus yang mesti dilakukan, ada larangan-larangan yang harus dijauhkan, ada kebolehan sebagai pilihan. 

Musim dibuat begitu bervariasi, ada hujan ada panas, ada semi ada gugur, ada salju ada kering. Wilayah disusun dengan tekstur yang unik pada masing-masingnya, ada dataran tinggi dengan kekokohannya, ada jurang dengan kegelapannya, ada yang landai sebagai pusat pertemuan. Rasa diciptakan untuk bisa dikombinasikan menjadi berjuta kenikmatan, dan ada begitu rupa warna untuk bisa diramu dan dituangkan dalam kanvas.

Begitukah juga kehidupan manusia? Berapa banyak orang yang mengeluhkan rutinitas? Berapa saja orang yang merasa perlu mendatangi psikiater untuk mendapatkan sekedar satu dua nasehat. Tanpa adannya belokan, lubang-lubang dan tebing-tebing yang terjal dalam hidup, manusia akan dicekam oleh kebosanan yang luar biasa. 

Apa yang mesti diperjuangkan? Apa yang harus di selesaikan? Maka bergembiralah wahai engkau manusia yang masih bisa menemui dirimu sering berpapasan dengan berbagai bentuk aral yang melintang.

Untuk apa sih manusia itu begitu getol mengumpulkan lembar demi lembar rupiah? Jika kita saksikan di ujung Ramadhan dan memasuki Idul Fitri, begitu banyak uang itu disebarkan kemana-mana. 

Ada yang dibagi kepada sanak saudara, ada yang dibakar begitu saja dalam bentuk kembang api yang meriah. Ada juga yang digunakan untuk memenuhi ruang-ruang kosong di rumah dengan berbagai benda asing yang aneh. Untuk itu semua-kah kita berpeluh dan berpusing ria mengumpulkan rupiah?

Janganlah hidup kita seperti cerita sedih sisipus, yang dengan susah payah mengusung batu besar ke atas bukit yang begitu tinggi, begitu sampai pada titik puncak, dengan senyum aneh diluncurkannya kembali batu itu menggelinding terjatuh sampai dasar lembah. Kemudian dia turun mengejar dan mulai mengusungnya kembali menaiki bukit. Alangkah sia-sianya.

Tentu Tuhan mengadakan letupan, anomali dan peristiwa di luar kebiasaan bukan hendak membatalkan sunnatullah yang berjalan. Justru, Beliau seperti hendak mengingatkan kita bahwa ada sunnatullah yang berjalan. Ada jangkauan yang begitu jauh yang harus direngkuh. Ada makna yang lebih dalam yang harus digali. Ada usaha yang lebih telaten yang harus dilakoni.  

Berada dalam rutinitas, manusia akan mengeluh bosan. Dalam ketidakpastian, manusia akan selalu merasa tertekan keresahan. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia "lengkap" dengan keresahan hati. (QS. Al Balad: 4). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline