Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Perjalanan Spiritual Chrisye

Diperbarui: 9 Agustus 2020   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Usianya masih belia, masih SD. Setiap bersiap-siap berangkat sekolah, suara penyanyi seperti Frank Sinatra, Bing Crosby, Nat King Cole, atau Dean Martin yang diputar dari piringan hitam bergema di telinganya. 

Lantunan lagu-lagu penyanyi itu bak magnet yang menggetarkan hatinya. Diam-diam, pandangan anak kecil itu melayang, jauh. Dia membayangkan sang penyanyi pujaannya berada di atas panggung, disaksikan ribuan penonton. Larut dalam khayalan kerap membuatnya terlambat mandi. Tidak jarang dia mesti terbirit-birit berangkat ke sekolah. Peristiwa serupa terjadi hampir setiap hari.

Usia remaja, dentuman musik yang berirama kian menggetarkan hatinya. Sekali tempo, ia diajak oleh ayah dan ibunya ke sebuah restoran di kawasan Tanjung Priok. 

Rumah makan itu menyuguhkan musik Hawaii. Ia betah berjam-jam memperhatikan grup band itu memainkan alat musik. `'Ternyata musik bukan hanya indah didengar, tapi juga asyik dimainkan,'' kata dia membatin.

Kisah lebih 30 tahun perjalanan karier musik pria kelahiran Jakarta, 16 September 1949, ini tertuang dalam buku "Chrisye, Sebuah Memoar Musikal." Diluncurkan Sabtu, 17 Februari 2007.

Dalam karier musiknya, Chrisye menyabet berbagai penghargaan bergengsi dari dalam dan luar negeri, seperti BASF Awards, Golden Record, atau HDX Awards. Ia juga memenangi MTV Video Music Award Asia Viewer's Choice Award 1998 yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat.

Anak Menteng Main Musik

Lahir dengan nama Christian Rahadi, Chrisye kecil tinggal di kawasan Menteng. Dia bertetangga dengan keluarga Nasution yang gemar musik. Di saat Chrisye tergila-gila pada musik dengan belajar memainkan gitar secara otodidak, anak-anak Nasution (Keenan Nasution bersaudara) membentuk grup band, Sabda Nada. 

Alat musik mereka canggih di era itu, dibeli Ponco Sutowo di luar negeri. Mereka berlatih setiap sore di teras. Bagi Chrisye, ini hiburan dahsyat yang tak pernah ia lewatkan.

Dalam buku itu juga disebutkan, suatu kali pemain bas Sabda Nada sakit. Gauri, saudara Keenan, mendatanginya, sembari berseru, `'Chrisye, pemain bas kami sakit. Lu bisa gantikan? Soalnya kita dapat kerjaan banyak.'' Jelas saja Chrisye mengangguk, meski masih meragukan kemampuannya. Ikut berlatih, mereka cocok. `'Kamu latihan terus, ya,'' kata Gauri.

Belakangan Sabda Nada berganti nama Gibsy, atas usulan Ponco. Dari Ponco pula membawa grup band ini pentas di New York. `'Lu mau ikut kan? Kita dapat kerjaan nih, kontrak setahun manggung di sana,'' kata Ponco. Chrisye tertegun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline