Berapa kali kita merapalakan doa saban harinya? Barangkali tidak terhitung, dan bahkan mungkin kadang kita sudah lupa apa saja yang setiap hari kita minta dalam doa karena sudah hafal di luar kepala.
Setiap selesai shalat kita berdoa. Sebelum dan sesuadah makan kita berdoa. Sebelum masuk kamar kecil kita berdoa, sebelum mengenakan pakaian berdoa, ketika bercermin kita berdoa, keluar rumah kita berdoa, sampai kita hendak tidur kita juga merapalkan doa.
Selain waktu-waktu yang biasa tersebut, dalam momen tertentu kita memiliki do'a yang khusus, seperti ketika mau ujian, kita berdoa minta kelulusan, ketika melamar kerja, kita berdo'a agar diterima, ketika mendapat kesulitan, kita berdoa minta diringankan, dan seterusnya. Doa telah menjadi kegiatan rutin keseharian kita.
Karena do'a telah menjadi kebiasaan dan rutinitas kita, seringkali do'a yang terucap bukan berasal dari hati, artinya doa yang kita ucapkan tidak disertai dengan hati.
Karena secara spontan sudah terucap dalam lisan kita. Padahal salah satu adab sopan santun berdo'a adalah dengan kekhusukan dan keyakinan benar dalam hati akan keterkabulan do'a kita tersebut. Doa menjadi rutinitas, melekat pada kegiatan dan peristiwa yang rutin juga kita alami.
Pernahkah kita menghitung-hitung berapa do'a yang terkabul dan berapa doa yang belum terkabul? Tidak jarang, kita merasa do'a-do'a kita hanya lewat begitu saja, tak berbekas sama sekali.
Seringkali dalam hati kita juga protes, mengapa doa yang kita rapalkan saban harinya itu, tak kunjung berujud. Sedangkan berbagai dalil tentang do'a kita sudah hafal betul, Al Qur'an surat Al Mu'min ayat 60 misalnya, yang berarti: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." Dalam ayat tersebut, Allah SWT seperti memberikan garansi bahwa setiap do'a kita akan terkabul.
Jika kita merasa banyak do'a kita yang tidak atau belum terkabul, kita tidak boleh berburuk sangka kepada Allah dengan menuduh telah mengingkari janji-Nya.
Ada baiknya kita menyimak jawaban seorang tokoh sufi di Basrah, Ibrahim Bin Adham, ketika ditanya oleh penduduk tentang do'a-do'a mereka yang tidak terkabul, padahal mereka telah berdo'a sepanjang tahun lamanya.
Ibrahim Bin Adham menjawab, bagaimana do'amu bisa dikabulkan, sedangkan mata hatimu tersumbat oleh sepuluh perkara,
- Kamu sudah mengenal Allah SWT, tetapi tidak mau memenuhi hak-hak-Nya yang wajib engkau kerjakan.
- Kamu membaca Al Qur'an tetapi tidak mengamalkan isinya.
- Kamu mengakui setan sebagai musuhmu, tetapi kamu mematuhi dan mengikuti ajakannya.
- Kamu mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW, tetapi kamu mengesampingkan sunnahnya.
- Kamu menginginkan masuk surga, tetapi kamu tidak pernah berusaha untuknya.
- Kamu mengira terbebas dari neraka, tetapi perbuatanmu justru menjerumuskan ke dalamnya.
- Kamu meyakini bahwa maut pasti datang, tetapi kamu tidak mempersiapkan sesuatu untuk menyongsong kedatangannya.
- Kamu selalu menyibukkan diri untuk mengoreksi kejelekan temanmu, namun kejelekan dirimu tidak pernah kamu kontrol.
- Kamu selalu makan dan menikmati karunia Allah SWT, namun kamu tidak pandai mensyukurinya.
- Kamu tanam mayat-mayat temanmu, namun kamu tidak pernah mengambil pelajaran darinya.
Begitulah, bukan Allah yang mengingkari janji-janjinya kepada kita, namun, kitalah yang banyak melakukan kontradiksi antara do'a dan tindakan kita. Bagaimana Allah akan mengabulkan do'a, jika yang meminta tidak memiliki adab sopan santun dan durhaka? (Syarif)