Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Berhenti Mengeluh

Diperbarui: 4 Agustus 2020   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Allah di dalam Al Qur'an menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah suka mengeluh dan mencari alasan. Hampir di setiap kejadian yang negatif menimpa dirinya, manusia tiada henti mulut dan hatinya berkeluh kesah (Q.S. Al-Ma'aarij: 19-21). Mengapa itu terjadi pada dirinya? Apa salahnya? Dan mengapa bukan pada orang lain yang menurutnya lebih pantas mengalami kejadian tersebut. 

Begitu juga ketika pada suatu saat dirinya tidak selesai dan atau tidak mampu untuk melakukan sesuatu, maka yang keluar dari mulutnya, dan yang berteriak dalam batinnya adalah berumbai-rumbai kalimat pembenar, dan serangkaian alasan untuk menyelamatkan diri, minimal dari kecaman dan cemoohan orang lain.

Dalam Qur'an Surat At-Tin, Allah jelas menuntun kita manusia untuk tidak pernah mengeluh atas apa yang ada, atau buru-buru mencari pembenar atas apa yang gagal kita lakukan. Karena Allah menjanjikan kedudukan kita sesuai dengan amalan kita. 

Apakah kita akan mulia ataukah justru akan hina adalah karena perbuatan kita. Segala apa yang terjadi adalah yang tepat dan sesuai dengan kapasitas kemanusiaan kita di mata Allah.

Dalam surat At-Tin ayat 4 jelas disebutkan: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Ayat tersebut dapat kita maknai bahwa manusia semuanya tanpa kecuali diciptakan dengan potensi maksimal untuk menjadi baik. 

Meski potensi itu tidak seragam, ada yang diberi potensi untuk menjadi presiden, menjadi menteri, menjadi pedagang, menjadi guru, menjadi karyawan, menjadi tukang, menjadi sopir, menjadi satpam, menjadi siapapun, namun semuanya pada dasarnya memiliki potensi terbaik untuk menjadi manusia yang berbudi dan mulia. 

Itulah mengapa disebut "akhsani taqwim," sebaik-baik penciptaan. Dalam keadaan ini, sangat tidak layak bagi manusia untuk mengeluh, apalagi mempertanyakan keadilan Allah atas dirinya.

Kemudian dalam ayat berikutnya (Q.S. At-Tin: 5), Allah menyatakan: "Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya." Ayat ini bermakna bahwa Allah akan melakukan suatu tindakan yang amat tegas kepada manusia, yaitu menghinakannya. 

Dalam ayat ini Allah belum menjelaskan mengapa akan menghinakan manusia? Padahal sebelumnya Ia menciptakan dalam kondisi potensi yang luar biasa. Jawaban itu ada pada ayat berikutnya (Q.S. At-Tin: 6) yaitu: "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya."

Dalam ayat tersebut, penghinaan yang dilakukan oleh Allah kepada manusia tidak akan dilakukan pada manusia, hanya jika manusia itu beriman dan beramal kebajikan. Dan jika dipahami secara kontrario, maka dapat dipahami bahwa manusia yang dihinakan oleh Allah adalah yang tidak beriman dan berbuat dzolim. 

Seorang yang dengan ikhlas berbuat kebajikan atas orang lain, dengan dilandasi keimanan dan keyakinan atas keberadaan kuasa Allah atas segala hal, maka kemuliaan akan Allah anugerahkan padanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline