Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Berziarah Ke Masa Lalu

Diperbarui: 22 Juli 2020   05:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah anda menyesali suatu perbuatan dan berharap waktu bisa berputar ulang ke belakang agar anda bisa memperbaiki semuanya? Tidak ada yang sepenuhnya puas dengan apa yang dialaminya saat sekarang, dan berharap bisa mendapatkan lebih dengan membayangkan bisa kembali ke masa lalu dan mengubah keadaan agar menjadi lebih baik.

Tidak ada mukjizat nabi yang diberikan oleh Tuhan untuk bisa membalik gerak waktu ke belakang. Karena itu sungguh akan merepotkan. Mungkin bagi Tuhan sendiri itu bukan hal yang rumit, namun pernahkan kita berpikir, bahwa perubahan satu momen pada masa lalu, sangat mungkin memberikan pengaruh besar pada masa sekarang ini. Jadi sudahlah, hentikan impian anda itu dan berpikirlah realistis.

Waktu adalah hukum alam paling fundamental. Tidak bisa hidup diputar ulang. Jika melipat waktu, mungkin masih ada yang menyatakan bisa dilakukan, tapi yakinlah bahwa hidup itu berjalan terus bergerak ke depan tanpa bisa membelok dan berbalik ke belakang.

Meski masa lalu tidak bisa diubah, tetapi ia dapat dikunjungi. Bahkan ada yang berkomitmen merawat dan mengabadikannya melalui catatan ataupun monumen sejarah. Masa lalu adalah masa yang mungkin diziarahi, tetapi tidak untuk diganti.

Ada sebagian orang yang nekad berhalusinasi dan membangun ilusi masa lalunya. Dia buang ingatan nyatanya sendiri, dan sedikit demi sedikit menata dan merekayasa narasi palsu kehidupannya. Ia tidak sadar, sejarah adalah pondasi hidup. Kita semua adalah artefak sejarah yang unik. Kita adalah produk sejarah. Bagaimana mungkin kita mengingkari sejarah? Bagaimana mungkin atap dan dinding rumah, melayang-layang karena enggan mengakui pondasi dasarnya?

Waktu tidak bisa diputar. Ia menjadi sejarah yang tiap jengkalnya adalah jejak yang menjadikan kita saat ini. Namun ia bukan sesuatu yang harus selalu ditengok setiap saat. Bahkan tidak jarang, orang sinis dan enggan menengoknya kembali. Tetapi, yakinlah, ia tetap harus menyadari bahwa langkahnya dalam hidup, tidak dimulai sejak melupakan sejarah, tetapi sejak sejarah itu mulai. Maka, benarlah sebuah kalimat, sejarah mungkin saja dimaafkan, tapi tidak untuk dilupakan.

Move on dari masa lalu, bukan berarti melupakan. Karena melupakan adalah kerja alami otak. Ia tidak bisa didesain. Maka yang harus dan bisa dilakukan adalah memaafkan. Menerima masa lalu sebagai masa lalu kita. Bahwa langkah kita sekarang adalah langkah ke-sekian yang sudah kita mulai dari masa lalu.

Syarif_Enha@Sorogenen 21, 20 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline