Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Al Qur'an Bukan Hanya Untuk Orang Pintar

Diperbarui: 21 Juli 2020   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai sebuah mukjizat agung, Al Qurn menjadi satu-satunya kitab yang paling banyak dibaca, dihafal, dikaji dan dipelajari. Ia menantang siapa saja yang meragukan keabsahannya sebagai firman Tuhan, agar membuat yang semisal dengan dirinya. Faktanya, sampai saat ini tidak ada karya epik monumental siapapun atau lembaga apapun yang mampu menyaingi Al Qurn. Ia hadir dengan segala keagungannya, sebagai petunjuk bagi yang mencari jalan. Sebagai pembeda antara yang hak dan batil. Menjadi panduan moral kehidupan manusia. Juga begitu banyak kandungan misteri yang tersimpan.

Sejak lama, saya sering bertanya-tanya, Al Qurn itu sebenarnya diperuntukkan kepada siapa? Untuk semua ummat manusia akhir zaman ataukah orang-orang khusus yang memiliki kapasitas intelektual tertentu? Tentu ini pertanyaan retoris sebagai gugatan. Pertanyaan saya lontarkan karena banyak yang mengatakan bahwa membaca Al Qurn itu harus hati-hati. Tidak boleh sembarangan memaknai dan merujuk dalilnya, hanya dengan dalih tidak adanya ilmu alat yang memadai. Sementara ilmu alat yang dimaksud begitu banyak yang tidak semua orang bisa mengaksesnya. Ada ulumul qurn, bahasa, metode tafsir, asbabun nuzul dan sebagainya. Jika kita harus belajar dan menguasai dulu bertumpuk ilmu alat itu, kapan kita membaca Al Qurn?

Saya sendiri sebagai orang dengan keterbatasan ilmu alat untuk memahami Al Qurn kadang merasa minggring-minggring kalau harus menyimpulkan maksud di balik sebuah ayat. Tetapi kadang, jika kita lihat Al Qurn sebagai objek kajian, tentu dia menjadi sah didekati dengan berbagai macam cara dan metode, termasuk dengan metode awam. Metode tanpa metode. Baca saja, kemudian apa yang kita rasakan dan mengerti itulah pesan yang dapat kita terima dari Al Qurn. Itulah wahyu Tuhan yang sampai kepada kita. Dengan demikian, setiap orang memiliki tingkat kedekatan dan keintiman masing-masing dengan Al Qurn. Betapa asik dan indahnya. Dan pada kenyataannya bukankah memang begitu?

Adanya sekolah tafsir dengan segala pernik kurikulum yang berlapis tetap menjadi penting. Karena untuk pengambilan keputusan publik, tidak bisa didasarkan pada opini pribadi masing-masing orang. Perlu ada kajian ilmiah dan terukur, sehingga publik memiliki dasar pijakan untuk yakin dan kemudian berbaiat di belakang hasil penafsiran tersebut.

Al Qurn sebagai kalam Tuhan, mestinya menyentuh kepada siapa saja, terlepas bagaimanapun kualitas intelektualnya. Bahkan Al Qurn mampu menyentuh hati hanya cukup diperdengarkan. Artinya, setiap orang akan memiliki kondisi yang khusus sehingga tiap orang akan memiliki kesan masing-masing meski yang dibacakan dan dikaji adalah satu ayat yang sama.

Saya kadang sedih, karena seringkali mendengar komentar yang "menyakitkan" ketika melihat orang sedang khusuk dengan Al Qurn. Ketika ada yang rajin membacanya, akan ada komentar, jangan hanya dibaca, dihafalkan juga. Ketika sudah ada yang hafal, dikatakan jangan hanya dihafal, dipahami juga. Ketika ada yang berusaha memahami, ada suara, jangan hanya paham, tetapi juga didalami dan seterusnya.

Mendengar banyak orang berkomentar demikian, ingin rasanya saya membalas. Jangankan untuk mendalami dan mengupas hikmah-hikmahnya, setiap huruf yang dibaca oleh Allah sudah janjikan balasan kebaikan. Saya khawatir, dengan komentar negatif itu, semakin sedikit orang yang merasa nyaman dengan Al Qurn. Bukankah mencintai Al Qurn saja itu sudah baik, bahkan meski dia tidak bisa membacanya dengan lancar. Bukankah dengan membacanya saja, meski dengan terbata-bata adalah sebuah ibadah. Bukankah dengan menghafalkannya, sedikit atau banyak, dia telah mengabadikan Al Qurn. Berhentilah mencela orang yang cinta kepada Al Qurn. Apapun bentuknya, itu adalah kemuliaan. Kelak di Akherat Al Qurn akan mendatangi para pencintanya, menjadi cahaya penerang.

Syarif_Enha@Tegalsari, 31Mei2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline