Kalimat itu sering dan hampir selalu melakukan reduksi pada realitas. Bahasa selalu lebih terbatas dibandingkan realitas. Bahasa yang semestinya mengusung makna, seringkali tidak mampu menyampaikan secara sempurna.
Coba saja definisikan kursi. Maka kursi itu akan tetap kursi tapi orang lain yang mendengar kalimat-kalimat itu belum tentu bisa menggambarkan ujud kursi secara maksimal. Itulah bahasa. Sudah menjadi sifat dasar bahasa bahwa dia tidak akan mampu sempurna mewakili realitas.
Sementara fungsi bahasa itu adalah simbolisasi gagasan, yang berarti sebuah gagasan tidak pernah akan sempurna karena sifat bahasa yang terbatas. Dengan demikian, gagasan yang benar tidak pernah kita terima utuh dan menyeluruh. Itulah mengapa untuk menggambarkan gagasan tentang keadilan, hukum dan lainnya, diperlukan berjilid-jilid buku yang tebal. Namun begitu, tetap saja orang sering salah memahaminya.
Tidak ada ilmu yang disusun dalam kitab dan cukup ditulis dalam satu dua kalimat saja. Semua kajian ilmu bahkan ditulis dalam berlembar dan berjilid kitab. Semua itu karena kita sadar betul, keterbatasan bahasa sebagai pengantar ilmu pengetahuan.
Selain bahasa lisan dan tulis yang berbasis pada teks, ada bahasa lain yang lebih komprehensif. Namun untuk memahami bahasa ini perlu dukungan sistem tambahan berupa kepekaan. Yaitu bahasa perilaku kehidupan.
Rasul mempraktekkan itu. Beliau menggambarkan Iman, Islam, dan Ihsan dalam perilaku kehidupan kesehariannya. Bahkan disebutkan bahwa Rasulullah adalah Al Qurn yang berjalan. Semua yang beliau lakukan, katakan dan putuskan, tidak ada selain berbasis pada wahyu kebenaran.
Sehingga dengan sederhana Rasul menyampaikan kepada ummat, "sholluu kama roaitumuuni usholli". Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihat aku shalat. Beliau tidak menggelar kelas pelatihan shalat khusuk bagi para sahabat. Cukup mereka melihat dan menirukan. Melalui kepatuhan itu, aliran spirit shalat mengalir pada diri setiap pelaku.
Kata-kata seringkali bernilai kosong dan tidak mampu menembus dinding kejahiliyahan kita, meski kita mendengarnya berulang-ulang. Namun, tidak jarang kemudian kita mendengar kata-kata yang sama, namun hati dan pikiran kita tergetar, hanya karena yang mengatakan adalah orang tertentu yang kita ketahui keutamaannya.
Betapa kuat kata-kata itu dibacakan dan disampaikan. Padahal sebelumnya kita sering mendengar kata-kata yang sama, tapi tetap saja bebal dan berlalu begitu saja. Inilah yang namanya bahasa perilaku kehidupan. Ia mampu mengantarkan makna yang lebih utuh dan mendalam kepada siapa yang memiliki sistem penerimaan cukup baik.
Perilaku hidup seseorang, memberikan kekuatan pada kata-kata yang diucapkan dan dituliskannya. Membangun bahasa perilaku hidup ini, tidak bisa hanya dilakukan satu dua hari atau pekan. Ada nilai konsistensi. Maka, siapapun yang ingin menjadi guru, perbaikilah laku hidup. Karena dari situlah kekuatan kata-kata anda mampu menembus dinding kejahiliyahan para murid yang berdiri penuh keangkuhan.
Di luar itu semua, Tuhan punya cara-Nya sendiri. "wallamal insaana maa lam ya'lam". Suka-suka Tuhan bagaimana dan kepada siapa Beliau anugerahkan ilmu dan pengetahuan. Tidak usah kita banyak bertanya apalagi protes. Inilah ilmu ladunni.