Lihat ke Halaman Asli

Syarif Nurhidayat

Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Puasa dan Lelaku Versi Jawa

Diperbarui: 27 Mei 2020   03:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puasa merupakan suatu ritual yang dianjurkan untuk dilakukan oleh hampir semua agama dan aliran kepercayaan. Bahkan banyak jenis hewan yang melakukan "puasa" dalam satu rentang hidup mereka. Ular harus mengurung diri beberapa hari sebelum melakukan pergantian kulit. Ulat harus membungkus diri dalam kepompong untuk kemudian berubah menjadi kupu-kupu.

Begitu juga dalam masyarakat Jawa, jauh sebelum agama-agama samawi masuk, telah mengenal istilah tapa, yang artinya kurang lebih adalah upaya pengendalian diri dalam bentuk meditasi untuk mencapai ketenangan batin, mencapai manunggaling kawula lan Gusti, ataupun hanya sekedar praktek kesehatan medis.

Pada intinya, tapa ini adalah suatu tindakan untuk mematikan keinginan ragawi untuk bisa menemukan titik ketenangan rohani yang paling inti. Dengan kata lain, tapa atau semedi ini dilakukan untuk pencapaian tingkat kualitas kemanusiaan yang tertinggi.

Dalam Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, Purwadi mengemukakan ada banyak jenis tapa yang dikenal dalam dunia Jawa. Tapa kungkum, tapa mendem, tapa mutih, tapa ngalong, tapa ngeli, tapa ngrame, tapa ngrawat, tapa ngebleng, tapa nggantung, tapa ngidang, dan tapa pati geni. 

Semua jenis tapa ini, memiliki spesifikasi tindakan dan tujuan yang berbeda-beda. Seperti tapa kungkum dilakukan dengan menenggelamkan diri sampai batas leher dalam waktu tertentu. Tapa ngrawat, tapa yang hanya makan sayur-sayuran selama tujuh hari tujuh malam. Tapa pati geni, yaitu tapa tidak makan makanan yang dimasak dengan api selama sehari semalam.

Selain berbagai jenis tapa di atas, manusia Jawa juga melakukan tapa yang berhubungan dengan pengendalian jiwa dan anggota badan. Bersamaan dengan tapa, juga melakukan semacam pengorbanan atau zakat yang harus dilakukan untuk menyempurnakan.

  1. Badan, tapanya berlaku sopan santun, zakatnya rajin atau gemar berbuat kebajikan.
  2. Hati atau budi, tapanya dengan rela dan sabar, zakatnya bersih dari prasangka buruk.
  3. Nafsu, tapanya berhati ikhlas, zakatnya tabah menjalani cobaan dalam sengsara dan mengampuni kesalahan.
  4. Nyawa (roh), tapanya berlaku jujur, zakatnya tidak mengganggu orang lain dan tidak mencela.
  5. Rahsa, tapanya berlaku utama, zakatnya suka dan menyesali kesalahan (tobat).
  6. Cahaya (nur), tapanya berlaku suci, zakatnya berhati bening.
  7. Atma (hayyu), tapanya berhati awas, zakatnya berhati selalu ingat.

Setiap bagian tubuh manusia secara fisikpun mesti dikendalikan dengan tapa agar dapat meraih hidup dalam kesempurnaan. Mata, telinga, hidung, lisan, aurat, tangan, kaki, semuanya harus dikendalikan untuk tidak berbuat buruk dan diarahkan untuk bisa melakukan derma kebaikan kepada siapapun. Seperti mata, tapanya dengan mengurangi tidur, lisan dengan mengurangi bicara, dan seterusnya.

Sementara itu, ajaran tertinggi pada manusia Jawa adalah manunggaling kawula lan Gusti, sehingga setiap manusia mestinya selalu berusaha untuk mendapatkan pengalaman tersebut.

Untuk memperoleh pengalaman tersebut, artinya agar menjadi manusia Jawa yang sejati, orang itu harus melakukan tapa. Menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, seorang tokoh Jawa terkenal, setiap manusia harus menjalankan tujuh macam tapa, yaitu:

  1. Tapa Jasad, yakni laku jasmani. Hati agar dibersihkan dari sifat benci dan sakit hati, rela atas nasibnya, merasa dirinya lemah, tak berdaya. Hal ini merupakan tingkah laku yang berada dalam tataran syariat.
  2. Tapa budi, yaitu laku batin atau laku tarekat. Hati harus jujur, menjauhi berbuat dusta, segala janji harus ditepati.
  3. Tapa hawa nafsu, yakni berjiwa sabar dan alim serta suka memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Walaupun kita dianiaya orang lain, lebih baik diserahkan kepada Allah SWT, agar diampuni dosanya.
  4. Tapa brata atau tapa rasa sejati, yakni memaksa diri melakukan semedi, mencapai ketenangan batin (bening--beninge kalbu).
  5. Tapa sukma, yaitu bermurah hati (ambek prama arta) dengan rela ikhlas mendermakan apa yang dimiliki. Jangan suka mengganggu orang lain dan agar dapat mengemong hati orang lain.
  6. Tapa cahaya yang memancarkan (cahya amuncar), yaitu agar hati selalu awas dan ingat, mengerti lahir dan batin, sanggup mengenal yang rumit antara yang palsu dan yang sejati. Selalu mengutaman tindak yang mendatangkan keselamatan, suka membuat terang hati orang yang sedang kesulitan dengan jalan mendermakan tenaga, harta, dan pikiran (ilmunya).
  7. Tapa hidup (tapaning urip), yakni hidup dengan penuh kehati-hatian dengan hati yang teguh, dengan hati yang percaya teguh tidak khawatir terhadap apa yang akan menjadi lantaran yakin akan kebijakan Allah SWT.

Tapa Vs Puasa

Pengertian Puasa dalam Islam sebagaimana kita ketahui adalah menahan diri dari makan dan minum dan segala hal yang memabatalkannya sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Artinya secara syariat, selama kita bisa menahan diri dari semua itu, maka puasa kita sudah dianggap sah. Namun apakah secara nilai, puasa dalam Islam hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum saja?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline