Lihat ke Halaman Asli

Saling Intrik dalam Politik, untuk Apa?

Diperbarui: 6 Januari 2017   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Dalam politik, tidak mengintrik tidak asyik. Entah itu sudah jadi tradisi dalam berpolitik atau memang dari sananya  politik harus seperti itu...? bahwa ketika tidak melakukannya maka dunia politik tidak sempurna. Jawabannya sederhana saja, bahwa perilaku konyol seperti itu sama sekali tidak ada hubugannya dengan politik. Ia hanya berupa sesat pikir yang di integrasikan kedalam dunia politik sehingga tampak bahwa saling intrik adalah bagian dari politik.

Di perguruan tinggi manapun di dunia ini, perilaku saling mengintrik dalam berpolitik tidak pernah tertuang dalam SKS (sistem kredit semester) sebagai salah satu mata kuliah ilmu politik yang mengantarkan kita mendapatkan gelar sarjana. Namun yang mengherankan sebagian dari kaum terdidik itu justeru ikut ambil bagian meramaikan dunia politik dengan jalan mengintrik lawan politiknya atau bahkan menjatuhkan kehormatan lawannya dengan dalih politik. padahal seharusnya kaum terdidik itu menjadi suri tauladan yang mampu memisahkan antara politik dengan sifat-sifat negatif dalam berpolitik.

Pendapat sebagian orang atas fenomena politik seperti itu dianggap sebagai bagian dari dinamika politik yang sulit dihindari, sebab makin dihindari maki menjadi-jadi. Disatu sisi niat baik kita ingin meletakkan dasar politik ideal, namun pada saat yang sama Partai Politik tidak mampu menjadi corong perilaku politik yang menciptakan suasana toleran terhadap perbedaan pilihan politik.

Melihat pandangan seperti itu, bagi penulis sendiri, bukan soal partai politik tidak mampu menjadi corong perilaku politik ideal atau perilaku saling intrik sulit dihindari. Tapi karena kita telah kehilangan personal empathy(empati pribadi). Empati itu sendiri menurut Bullmer, adalah suatu proses ketika seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain itu. menurutnya, empati ditekankan pada pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain.

Empati menekankan kebersamaan dengan orang lain lebih daripada sekadar hubungan yang menempatkan orang lain sebagai obyek manipulatif. Sejalan dengan Bullmer, adalah Taylor memberikan pengeratian bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungan yang saling mempercayai.

Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling mempercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat.

Kehilangan rasa empati tentu saja sangat berpengaruh besar pada perilaku politik dan pada akhirnya branding politik yang idealnya sebagai instrumen untuk menciptakan legalitas kekuasaan yang inheren dengan kehendak rakyat, berubah wajah menjadi politik tanding yakni politik yang saling berhadap-hadapan untuk saling adu kekuatan, adu strategi serta saling jegal tanpa mempertimbangkan kemaslahatan bersama. Kehilangan rasa empati inilah yang memicu timbulnya perilaku saling intrik antar pendukung atau antar tim sukses calon pada setiap momentum politik.

Kalau dipikir-pikir, saling intrik, saling melemahkan atau bahkan mengumbar aib lawan politik hanya karena perbedaan pilihan politik sesungguhnya hal itu adalah pekerjaan sia-sia dan buang-buang energi. Toh juga setelah momentum politik kita tidak mendapat apa-apa kecuali menciptakan keretakan hubungan kemanusiannya kita. jangankan saling menyapa, saling berpandangan saja terasa sulit. 

Jadi sekali lagi saya ingin bertanya, Apa sesungguhnya yang kita cari dari sesat pikir itu...? Apakah dengan jalan mengintrik orang lain membuat kita kaya raya, membuat kita hebat dihadapan Tuhan..? Apakah dengan mengintrik kita sah menjadi manusia..? Fallacy politik seperti ini sama sekali tidak memberikan keuntungan apa-apa kecuali hanya menambah pundi-pundi dosa.

Orang yang sukanya mengintrik, sukanya mencela hanya karena berbeda pilihan politik dengan orang lain, sesungguhnya orang seperti itu sedang mengalami penderitaan secara psikis meskipun kelihatan bahagia. 

Penulis : Syarifuddin Mandegar (06/01/2017).....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline