"Aging Well in Asia" sebagai Laporan Asian Development Bank merilis bahwa 50% penduduk lansia (+60 tahun) di Indonesia mendapat penghasilan dari transferan keluarga dan anak-anaknya (Mei 2024). Itu berarti, 1 dari 2 pensiunan di indonesia bergantung hidupnya di hari tua dari anak-anak atau keluarganya. Dalam skala luas, dinyatakan bahwa 40% masyarakat lansia di Asia-Pasifik tidak punya dana pensiun, sehingga membuat mereka punya ketergantungan tinggi terhadap sokongan biaya hidup di hari tua dari keluarga atau anak. Hanya sepertiga lansia atau pensiunan yang tidak bergantung pada anak-anak dan keluarga di hari tuanya.
Kenapa bisa terjadi? ADB menyebut ketergantungan pada anak dan keluarga di masa pensiun akibat tidak memiliki dana pensiun, di samping minimnya literasi keuangan dan minimnya kesiapan untuk menghadapi masa pensiun di kalangan masyarakat Asia. Karenanya, ADB merekomendasikan pentingnya keterlibatan negara yang lebih besar untuk meningkatkan literasi keuangan hingga kesiapan pensiun di masyarakat. Rekomendasinya, membuat kebijakan dana pensiun yang inklusif bagi seluruh kalangan. Dana pensiun yang mudah diakses (dimiliki) dan edukasi yang berkelanjutan.
Laporan ADB relevan dengan berbagai survei yang beredar tentang masa pensiun. Diantaranya,7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan sehingga jadi sebab bergantung kepada anak-anaknya . Akibat tidak punya uang yang cukup saat pensiun. Riset lain menyebut "9 dari 10 pekerja di Indonesia tidak siap pensiun". Mungkin disebabkan tidak tersedianya dana yang cukup saat berhenti bekerja atau di hari tua. Alias tidak punya ketersediaan dana yang cukup bila tidak bekerja lagi.
Lalu, berapa dana yang dibutuhkan seseorang di hari tua atau masa pensiun? Ada istilah "Tingkat Penghasilan Pensiun -- TPP" atau replacement ratio, yaitu tingkat penghasilan yang dibutuhkan seseorang di masa pensiun, saat tidak bekerja lagi. Dikatakan seorang pekerja membutuhkan TPP sebesar 70%-80% dari upah terakhir untuk bisa memenuhi standar dan gaya hidup di hari tua. Sebut saja, seorang pekerja memiliki upah terakhir sebelum pensiun sebesar Rp. 10 juta per bulan. Maka di saat pensiun, dia membutuhkan TPP sebesar Rp. 7-8 juta per bulan. Agar tetap dapat hidup layak di masa pensiun. Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan TPP tersebut, dibutuhkan program dana pensiun seperti DPLK yang sifatnya sukarela. Jadi, tinggal pilih mana yang mau dituju di masa pensiun? Mau kekurangan atau tercukupi kebutuhan dana di masa pensiun atau hari tua nanti.
Setiap pekerja pasti ingin hidup layak dan nyaman di hari tua, saat tidak bekerja lagi. Oleh karena itu, dana pensiun menjadi penting dimiliki. Sebagai produk keuangan yang dikhususkan untuk hari tua, dana pensiun memberikan banyak manfaat bagi pekerka, diantaranya: 1) ada pendanaan yang pasti untuk masa pensiun, 2) adanya jaminan kesinambungan penghasilan di masa pensiun, 3) ada hasil investasi yang optimal selama jadi peserta dana pensiun, 4) jadi lebih disiplin menabung untuk hari tua, dan 5) mendapat fasilitas perpajakan saat manfaat pensiun dicairkan.
Sebagai antisipasi laporan ADB, maka tidak ada solusi lain untuk bisa lebih siap di masa pensiun. Selain "bertindak dari sekarang untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera". Berani menyisihkan sebagian gaji, apapun kondisinya, untuk hari tua untuk masa pensiun. Mulai dari sekarang, tanpa ditunda lagi. Ikhtiar yang paling sederhana, caranya dengan menkadi peserta dana pensiuan seperti program DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Karena DPLK adalah program yang dirancang khusus untuk mempersiapkan masa pensiun pekerja. Untuk memenuhi kebutuhan hidup di hari tua, di masa pensiun. Agar kita bisa hidup layak di hari tua, dan tidak bergantung pada transferan anak-anak atau keluarga. Kerja yes, pensiun oke. #EdukasiDanaPensiun #YukSiapkanPensiun #MasaPensiun #DanaPensiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H