Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

5 Usulan Konkret, Tapera Harusnya Sukarela Bukan Wajib

Diperbarui: 30 Mei 2024   15:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Detik.com

Tapera bikin gaduh dan kontroversial. Semua pihak sadar kok, urusan rumah memang penting dan menjadi kebutuhan primer. Peran pemerintah soal kepemilikan rumah rakyat pun bagus. Tapi caranya harus tepat, mekanismenya harus mempertimbangkan keadaan ekonomi dan kondisi pekerja pada umumnya.

Bukan malah menjadikan Tapera sebagai sarana "mengumpulkan" uang rakyat secara wajib? Kan bisa pemerintah membuat skema yang rumahnya dibangun terlebih dulu, baru dijual ke pekerja dengan mekanisme (kredit kepemilijan rumah) yang ringan (bila perlu tanpa subsidi). 

Menurut saya, pasti ada skema perumahan yang lebih baik dan pas untuk pekerja di Indonesia ketimbang Tapera. Asal mau dikaji dan mau berpikir yang berpihak kepada rakyat. 

Sangat salah bila Tapera dinyatakan sebagai tabungan hari tua, bukan uang hilang. Itu berarti, Tapera orientasinya untuk hari tua bukan kepemilikan rumah. Bila untuk hari tua, mengapa tidak memperkuat layanan dan program Jaminan Hari Tua (JHT) yang sudah ada di BP Jamsostek. 

Selama ini sudah ada PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua yang diperkuat oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Dalam Program Jaminan Hari Tua berupa perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT). Optimalkan saja program MLT yang ada, toh saat ini dananya sangat besar tapi masih sedikit yang memanfaatkannya. 

Sebagai peserta JHT dan melalui program MLT, pekerja bisa kok mendapatkan fasilitas perumahan yang dananya bersumber dari program JHT untuk 4 (empat) manfaat seperti: 1) pinjaman KPR sampai maksimal Rp. 500 juta, 2) pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp. 150 juta, c) pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp. 200 juta, dan 4) fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK). Jujur saja, manfaat layanan tambahan ini sudah bagus dan sebaiknya disosialisasikan ke pekerja. Tidak perlu bikin program wajib baru seperti Tapera. 

Khusus terkait Tapera yang sudah terlanjur mengundang kontroversi di kalangan pekerja dan pemberi kerja, pemerintah sebaiknya mengkaji kembali skema Tapera dengan mempertimbangkan usulan-usulan sebagai berikut: 

1. Tapera harus bersifat sukarela bukan wajib bagi pekerja (khususnya pekerja swasta) sehingga peruntukannya benar-benar menyasar kepada pekerja yang belum dan mau memiliki rumah. 

2. Tapera bisa bekerja sama dengan program JHT melalui manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja, khususnya dalam menyediakan perumahan dan lokasi perumahannya. Dana dari JHT dan realisasi kepemilikan rumah dari Tapera.

3. Tapera bila mau diimplementasikan sebaiknya diterapkan terlebih dulu bagi ASN, TNI, dan Polri (belum prioritas untuk pekerja swasta). Bagaimana realisasinya dan seperti apa? Bila dievaluasi bagus, barulah diterapkan ke pekerja sektor swasta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline