Saat terduduk dan tafakur di pelataran Masjidil Haram Mekkah, ketika Umroh yang baru saja usai. Bagus untuk introspeksi diri. Saya pun menghadirkan pertanyaan:
"Kenapa saya bisa ada di sini (Mekkah);ya?"
"Untuk apa saya di sini (Umroh)?"
"Siapa pula yang ciptakan tempat ini?"
"Kenapa begitu banyak umat yang hilir mudik ke Ka'bah Baitullah?"
Tapi sayangnya, pertanyaan itu tidak terlalu menarik untuk orang lain. Pertanyaan yang dianggap remeh, dan tidak penting. Karena jawabnya abstrak. Kita lebih tertarik memikirkan dan belajar tentang uang, sukses dan apapun yang sifatnya material. Benda, barang dan sejenisnya.
Tertarik banget, bila membahas teknik meningkatkan income dalam waktu singkat. Atau cara mempengaruhi orang lain. Atau tips sukses dalam bisnis atau bekerja. Maka, berlomba-lombalah untuk sukses, untuk punya banyak income. Hebat kan?
Tapi apa yang diperoleh setelah sukses dan banyak uang? Ternyata di kemudian hari, hidupnya mulai terasa hampa, kosong, dan terjebak rutinitas semu. "Kok, hidup begini aja ya?" kata si orang sukses.
Kita itu sering salah. Nggak mau memikirkan dan berpikir. Sehingga nggak paham hidup itu untuk apa? Kenapa Al Qur'an ada? Terlalu cepat bilang, hidup itu jalanin aja. Gampang bilang Al Quran nanti aja. Kita malas, kita nggak mau memikirkan.
Kenapa malas? Mungkin nggak kenal, nggak paham. Hidup itu apa dan Al Qur'an buat apa? Coba deh dibayangin, misalnya kita punya sahabat dekat terus dia bilang gini..
"Bro, saya alhamdulillah Allah kasih banyak harta dan berlimpah lagi. Elo lagi butuh apa Bro? Bilang aja bro. Apapun saya kasih. Sekali lagi apapun bro. Dari air minum sampai uang pun, insya Allah saya kasih bro. Telpon ya Bro kalo perlu?"