Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Kartini Itu Ibuku

Diperbarui: 21 April 2024   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

Selamat Hari Kartini. Lalu siapa Kartini itu? Tanpa sungkan dan penuh pengakuan, saya menyebut Kartini itu Ibuku. Almarhumah Ibu Taty Raenawaty binti Raenan yang telah berpulang ke Rahmatullah pada Mei 2017, yang kini satu liang lahat dengan Bapakku, Ambo Lotang Yunus bin Koto. Alfatihah untuk kedua orang tuaku.

Kartini itu Ibuku. Karena dia telah membuktikan kepada anaknya bahwa perempuan itu kuat karena mampu menahan beban di rahimnya selama 9 bulan, atas aku dan ketiga adikku. Ibuku mampu menahan rasa sakit saat melahirkan, bahkan ketika tidak ada suami yang menghibur atau menguatkan. 

Ibuku itu Kartini. Karena hatinya kokoh dan berjuang tidak lagi untuk dirinya sendiri. Tapi tercurah untuk orang-orang yang dicintainya, suami dan anak-anaknya. Cinta seorang Kartini yang mengalirkan kehangatan. Agar suami dan anak-anaknya merasa dihargai dan belajar mencintai orang lain. Tulus dan ikhlas, tanpa pamrih sedikitpun.

Ibu yang intuisinya mampu melindungi anak-anaknya. Sangat menghormati dan menghargai suaminya hingga akhir hayat sekalipun dalam keadaan sakit. Bahkan ketika semangat anaknya hampir padam, hanya ibu yang bisa mengobarkan kembali semangat membara untuk berjuang dalam hidup.

Ibu yang menjadi Kartini sejati. Lahir dan batinnya. Saat harus menahan lidahnya dari hinaan dan caci-maki yang menderanya.  Bahkan datang dari orang yang ia cintai. Sekalipun cemberut atau sedih mewarnai raut wajah dan air matanya, ia tetap tegar. Tidak sedikitpun berkeluh-kesah apalagi menebar aib keluarganya sendiri. Bahkan ketika diperlakukan kasar oleh orang lain, di bibirnya masih terucap, 'Tidak apa-apa kok Nak, Ibu baik-baik saja'. Ibu yang lebih memilih diam dan menerima apa adanya.

Saat masih kecil dulu, saya tahu betul. Ibu selalu mampu berdiri tegar di samping suaminya saat ada masalah. Ibu yang tetap bisa kesal dan kecewa tapi Ibu tidak pernah melupakan kodratnya. Menyiapkan pakaian anak-anaknya, mengantar suaminya, memasak menu terbaik untuk keluarganya. Ibuku itulah Kartini. Dia tetap tersenyum di pagi hari walau menangis di malam kemarin. 

Ibu yang menjaga kehormatan keluarga, berbuat baik tanpa minta dikasihani. Bahkan sentuhan lembutnya mengalir ke dalam darah anak-anaknya hingga kini. Ibu yang selalu mengajarkan untuk terus mencintai meski kadang tersakiti. Cinta seorang ibu, cinta sosok Kartini yang tanpa syarat dan tidak  pernah mengharap kembali.

Ibu yang memberi tahu. Bahwa apapun dalam hidup, mintalah yang terbaik menurut Allah SWT, bukan menurut kita. Jangan pernah berharap pada manusia. Tapi berharap dan mintalah kepada-Nya. 

Ibu yang selalu berhati hati menitipkan perasaannya. Karena katanya, semua orang bisa menjadi teman. Tapi tidak semua orang bisa menyimpan rahasia kita dengan baik. Masih kata ibu, ketika hidup tidak sesuai dengan harapan jangan pernah menyerah. Karena Allah selalu menyediakan apa yang kita inginkan dengan berproses bukan instan. Karena setiap doa yang dilantunkan, pasti butuh waktu dan kesiapan kita sendiri untuk dikabulkan-Nya. 

Dan ibu yang Kartini, akhirnya memberi nasihat. Bersyukurlah setiap saat karena apa yang kita miliki semuanya sudah pantas untuk kita. Salam Kartini #HariKartini #CatatanUmroh #TBMLenteraPustaka




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline