Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Blak-blakan BKF Soal Harmonisasi Program Pensiun di Asosiasi DPLK

Diperbarui: 1 Maret 2024   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Asosiasi DPLK

Bertajuk "Rencana Harmonisasi Program Pensiun", Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) menggelar sosialisasi harmonisasi program pensiun dengan menghadirkan Ronald Yusuf, Analis Kebijakan Sektor Keuangan BKF Kemenkeu RI dengan moderator Marianty di DPLK TMLI (1/3/2024). 

Dibuka oleh Tondy Suradiredja (Ketua Umum Asosiasi DPLK) dan dihadiri 80 peserta dari 24 pelaku DPLK, BKF memaparkan secara objektif tentang rencana harmonisasi program pensiun, khusunya terkait program pensiun tambahan yang bersifat wajib untuk meningkatkan "replacement rate" manfaat pensiun yang diterima pekerja. 

Turut hadir di acara ini: Firdaus Djaelani, Uke Giri Utama, Firmansyah, (Penasihat ADPLK), Steven Tanner (Pengawas ADPLK), Syarifudin Yunus (Direktur Eksekutif ADPLK), pengurus dan pendiri DPLK yang ada di Indonesia sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis DPLK ke depan, di samping upaya berbenah dana pensiun menyambut harmonisasi program pensiun.

Sesuai pemaparannya, Ronald Yusuf secara blak-blakan menyebut bahwa tingkat manfaat pensiun di Indonesia saat ini sangat rendah. Karena itu, diperlukan upaya meningkatkannya. Minimal seperti rekomendasi ILO mencapai 40% dari gaji terakhir. 

Karena itu, pemerintah tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait harmonisasi dana pensiun, khususnya tingkat penghasilan yang dikenakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Inilah skema terbaik dengan berbagai pertimbangan, silakan bila ada masukan. Karena urusan pensiun memang harus terbuka untuk semua pemegang kepentingan.

Melalui harmonisasi program pensiun, nantinya akan ada "program pensiun tambahan yang bersifat wajib". Sesuai legalitas yang ada saat ini, program pensiun tambahan yang bersifat wajib ini sepatutnya diselenggarakan oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan tetap fokus pada program pensiun yang bersifat wajib seperti JHT dan JP sebagai bagian sistem jaminan sosial nasional. 

Terlepas dari kapan peraturan pemerintah tentang harmonisasi program pensiun akan dirilis, dana pensiun, baik DPLK maupun DPPK patut bersiap diri dan "mempercantik" berbagai hal yang diperlukan seperti kesiapan sumber daya manusia, teknologi informasi, hasil investasi, layanan peserta, produk, dan edukasi. Untuk memastikan program pensiun tambahan yang bersifat wajib harus tetap berorientasi pada 1) kepentingan peserta, 2) tata kelola yang baik, dan 3) manajemen risiko yang efektif. 

Harmonisasi program pensiun, khususnya program pensiun tambahan yang bersifat wajib tentu bukan "hadiah". Tapi harus diikuti segala hal yang dapat mendukung keberlangsungan masa pensiun dan hajat hidup jutaan pekerja di Indonesia. Karena itu,  dana pensiun harus berani meningkatkan nilai kompetitif di mata publik. 

Termasuk untuk mengubah cara pandang dari menabung untuk hari ini menjadi berinvestasi untuk esok. Untuk tidak lagi melihat iuran program pensiun sebagai faktor pengurang pendapatan. Tapi sebagai ikhtiar untuk memperoleh manfaat pensiun secara berkala di hari tua. 

Maka strategi manajemen investasi, efisiensi biaya, komunikasi, edukasi, tata kelola yang baik, dan sistem teknologi informasi yang mutakhir sangat diperlukan untuk mendukung program pensiun tambahan yang bersifat wajib. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline