Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Hati-hati Merampas Hak Orang Lain, Dianggap Bukan Dosa Ternyata Dosa

Diperbarui: 11 Oktober 2023   06:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

"Setumpuk emas belum tentu cukup bagi orang serakah, tapi sepiring nasi itu cukup bagi orang yang selalu bersyukur..."

Kasus korupsi di Kementan RI, hingga SYL mantan Menteri Pertanian dijadikan tersangka bisa jadi Pelajaran. Betapa mengambil harta yang bukan haknya punya konsekuensi yang sangat besar. Bukan hanya merugikan orangnya tapi telah "memusnahkan" segala hal yang sudah dicapainya. Nama baik runtuh, reputasi hancur dan ujungnya mendekam di penjara. Kenapa? Karena berani merampas harta (korupsi) yang memang bukan haknya. Sungguh berat!

Saat membaca buku "Bukan Dosa Ternyata Dosa" karya Abduh Al-Baraq (2010),  mengambil hak orang lain tanpa izin atau sepengetahuan pemiliknya bukan hanya merugikan orang yang diambil haknya. Tapi lebih dari itu, merampas hak orang lain adalah sebuah kebatilan alias kezaliman. Maka hukumannya akan kehilangan segalanya. Seperti mencuri, merampok atau bahkan hidupnya akan menjadi lebih susah karena hilangnya ridho Ilahi.

Mencuri uang orang, mengambil motor orang lain, hingga menjual tanah yang bukan haknya sering kali terjadi di sekitar kita. Itu berarti, memakan harta sesama dengan jalan yang batil. Sekali lagi, merampas hak orang lain sangat dilarang keras oleh syariat agama. Itulah yang disebut "ghashab"; merampas hak orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. Ghashab adalah perbuatan zalim yang akan berbuah kegelapan di hari kiamat. Sayangnya, banyak orang yang tidak sadar bahwa dirinya telah melakukan perbuatan buruk tersebut. Dianggap bukan dosa ternyata doasa, sangat menyeramkan!

 

Rasulullah SAW menegaskan, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu" (HR Bukhari Muslim). Mungkin ada orang yang pandai bertutur kata, berdalih atas perbuatannya merampas harta orang lain. Seolah-olah benar dan membenarkan yang batil. Lalu merasa menang atas perbuatan zalimnya tanpa pernah menyadarinya. Itulah yang disebut "sepotong api neraka", maka biarlah ia membawanya hingga hari kiamat. "Barangsiapa yang mengambil hak orang lain walau hanya sejengkal tanah, maka akan dikalungkan ke lehernya (pada hari kiamat nanti) seberat tujuh lapis bumi" (HR Bukhari dan Muslim).


Banyak orang lupa, hidup di dunia itu sementara. Sama sekali tidak ada alasan yang benar untuk merampas harta orang lain -- mengambil hak orang lain. Berbuat baik saja, belum tentu mendapatkan surga-Nya karena kita tdiak tahu timbangan baik-buruk di hari hisab. Apalagi berbuat zalim dan merampas hak orang lain. Jangan lupa, dunia itu ksenangan yang menipu. Maka berhati-hati atas perbuatan merampas hak orang lain. Siapa yang diharamkan masuk surga? Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan baginya masuk neraka dan Allah pun mengharamkan baginya masuk surga meskipun hanya sepotong kayu arak (siwak)." (HR. Muslim, no. 137).

Harta atau rezeki meskipun sedikit, Insya Allah tetap berkah bila diperoleh dengan cara halal. Tapi sebaliknya, bila hasil merampas hak orang lain maka akan mudharat lagi tidak ada berkahnya. Karenanya, dilarang mengambil apapun tanpa izin pemiliknya. Akibatnya sangat fatal, diancam tidak masuk surga dan baginya azab neraka. Maka, apapun alasannya. Jauhkan diri dari mengambil harta orang lain tanpa kerelaan hati pemiliknya.

Hati-hati, jangan pernah merasa angkuh apalagi tertawa dengan apa yang telah kita ambil padahal bukan hak kita. Hingga jadi sebab orang lain yang jadi pemiliknya menangis tanpa bercerita kepada siapapun.  Saat kita merampas hak orang lain bukanlah kemenangan. Tapi kekalahan besar yang menjerumuskan kita ke jurang neraka yag mengerikan. Ketahuilah, orang miskin itu bukan orang yang tidak punya tapi orang yang ketika diberi tidak pernah merasa cukup. Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline