Tiap kali berada di taman bacaan, saya selalu mendapat pelajaran berharga. Tentang sikap hidup sederhana dan apa adanya saja. Saat berhadapan dengan puluhan anak dan orang tua, seperti selalu diingatkan untuk berbuat baik dan menebar manfaat. Sama sekali tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain, di samping terus ikhtiar memperbaiki diri. Apapun kata orang lain tentang diri kita.
Taman bacaan menyuruh saya untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain. Jangan melihat rezeki orang lain. Cukup kerjakan yang baik dan istikomah atas pilihan hidup mengabdi di taman bacaan. Karena taman bacaan adalah "ladang amal" untuk semua orang. Maka saat mengabdi harus punya sikap ikhlas, sabar, dan syukur. Tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain.
Bila hari ini ada orang yang benci, iri, atau bahkan berpikir negatif kepada orang lain. Bisa jadi, karena orang itu terlalu gampang membandingkan diri dengan orang lain. Kerjanya mengintip rezeki dan laju orang lain. Hingga lupa untuk memperbaiki diri. Lupa untuk berbuat baik kepada orang lain. Sebagai "pintu pembuka" sehat dan berkah dalam hidupnya.
Banyak orang sudah lupa. Manusia itu indah bukan dengan atas apa yang dimiliki. Namun atas apa yang diberikan, atas manfaat yang ditebarkan. Untuk apa memikirkan matahari yang bikin panas dan memancarkan api? Justru matahari itu indah karena memberi cahaya kepada dunia. Berpikir positif dan selalu melihat dari sisi yang baik.
Begitu pun rezeki. Akan sangat sakit bila kerjanya melihat rezeki orang lain. Hingga lupa untuk ikhtiar mengais rezeki sendiri. Lupa untuk memperbaiki niat, membaguskan ikhtiar, dan memperbanyak doa. Maka, jangan iri dan sibuk melihat rezeki orang. Karena itu bisa membuat kita tidak akan menemukan mutiara yang sudah dijanjikan Allah SWT. Tetap ikhtiar, karena esok Allah SWT sudah siapkan rezeki yang mungkin lebih besar dari orang lain. Ubah cara berpikir dan jalannya untuk itu semua.
Ketika di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Tiap akhir pekan, saya selalu berada di sana. Hanya untuk mengabdi secara sosial dan membimbing anak-anak yang membaca. Demi tegaknya giat membaca dan budaya literasi masyarakat. Plus, sebagai cara sederhana menciptakan "warisan" untuk umat walau hanya melalui buku-buku bacaan. Di taman bacaan, saya selalu diajarkan untuk bersikap realistis, apa adanya, dan konsisten atas jalan hidup yang dipilih. Untuk selalu menikmati dan mensyukuri apa yang ada. Termasuk memandang indah puncak Gunung Salak dari rooftop baca.
Di taman bacaan, siapapun disuruh untuk tidak melihat rezeki orang lain. Sama sekali tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Yakinlah, apapun itu dan rezeki bagian kita pasti datang. Kadang, waktunya saja yang belum tepat. Tergantung niat dan ikhtiar yang dilakukan. Karena setiap orang itu berbeda, pikiran dan perilakunya.
Tidak usah iri apalagi benci. Karena sikap dan perilaku buruk biasanya membuat hati kita gelap dan tertutup. Tertutup untuk berbuat kebaikan. Gelap dari menebar manfaat. Jauh dari rezeki yang sudah dijanjikan Allah SWT. Jadi, fokus saja pada yang baik-baik dan bermanfaat. Jangan gubris perbuatan buruk orang lain kepada kita. Toh, semua akan kembali pada yang melakukannya. Taman bacaan is the best. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H