Pinjamam online alias pinjol, mulai ada sekitar tahun 2016 di Indonesia. Tapi perputaran dana peer to peer (P2P) lending mencapai Rp221 Triliun per tahun 2021, dengan nasabah mencapai 64,8 juta di seluruh pelosok Indonesia. Cukup besar untuk sebuah bisnis baru. Angka itu pun belum termasuk pinjol yang ilegal. Pasti lebih besar lagi bila dihitung termasuk pinjol ilegal.
Peminjaman uang berbasis teknologi ini memang digemari masyarakat. Masalah kemudian muncul karena 1) bunga yang sangat besar, 2) cara penagihan yang melanggar aturan, dan 3) ketidak-mampuan bayar si nasabah. Tapi terlepas dari soal itu, kenapa pinjol begitu digemari masyarakat Indonesia? Setidaknya ada 4 (empat) alasan mendasar yang jadi sebab pinjol digemari masyarakat:
1. Mudah diakses, hanya dengan gawai siapapun bisa pinjam uang.
2. Administrasi yang tidak ribet alias tidak bertele-tele, cukup copy KTP di upload, referensi, punya sli gaji dan rekening bank.
3. Dana cair dengan cepat, sekitar 1-3 hari kerja sudah bisa terima uang.
4. Penggemar pinjol sudah tidak punya alternatif lain untuk pinjam uang. Teman tidak mau meminjamkan, apalagi bank.
Sekali lagi, terlepas dari dampak buruk pinjol. Ciri kemudahan akses dan sederhana nya administrasi itulah yang jadi poin penting pinjol begitu digemari dan jadi pilihan masyarakat. Semakin hari semakin banyak yang akses pinjol.
Berbeda dengan pinjol, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang ada sejak tahun 1992, justru berdampak sangat positif untuk masyarakat. Karena tugasnya menyiapkan ketersediaan dana siapapun untuk hari tua, saat tidak bekerja lagi. Namun setelah 30 tahun beroperasi, DPLK di Indonesia baru mengelola dana sebesar Rp. 125 trilyun dengan 3,6 juta nasabah. Bahkan 80% dari nasabah, ikut menjadi peserta DPLK melalui korporasi.
Artinya apa? DPLK saat ini belum digemari masyarakat atau pekerja. Bisa jadi, ada beberapa sebab DPLK belum digemari, seperti:
1. Belum ada kemudahan akses untuk masyarakat memiliki DPLK apalagi yang berbasis online atau teknologi.
2. Administrasi menjadi peserta DPLK, mungkin terlalu ribet alias perlu disederhanakan walau tetap harus sesuai aturan.
3. Manfaatnya tidak dirasakan langsung saat ini tapi untuk hari tua atau masa pensiun.
Padahal, DPLK itu satu-satunya "kendaraan" yang paling pas untuk menyiapkan masa pensiun atau hari tua yang sejahtera. Dengan cara menabung sedikit di masa kerja atau produktif, untuk manfaatnya diterima saat pensiun. Ibaratnya, kerja yes pensiun oke. Karena hari ini faktanya, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap pensiun. Akibat tidak adanya dana yang cuku untuk hari tua atau saat berhenti bekerja.
DPLK itu penting dipersiapkan. Agar 1) tersedia dana yang pasti di masa pensiun, 2) ada hasil investasi yang optimal karena sifatnya jangka panjang, dan 3) melatih diri untuk "sedia payung sebelum hujan", menabung sedikit saat bekerja sebelum masa pensiun tiba. Jadi, apa alasannya tidak punya dana pensiun seperti DPLK?
Tentu saja, pinjol berbeda dengan DPLK. Namun, ada pelajaran penting untuk DPLK agar mau menyediakan kemudahan akses masyarakat untuk memiliki DPLK sebagai perencanaan hari tua atau masa pensiun. Plus, edukasi yang masif dan berkelanjutan. Agar DPLK lebih dikenal dan digemari masyarakat Indonesia.
Ayo wujudkan masyarakat yang sejahtera di masa pensiun. Jangan jadikan masyarakat berjiwa konsumtif sehingga terjebak pinjol yan ilegal hingga menyusahkan diri sendiri. Kerja yes, pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #EdukatorDanaPensiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H