Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Badai PHK di Depan Mata, Apa yang Harus Dipersiapkan Pemberi Kerja?

Diperbarui: 19 November 2022   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gelombang PHK yang terjadi beberapa waktu belakangan di banyak perusahaan. Sumber: Kompas/Toto Sihono

Banyak berita beredar tentang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Saat pemberi kerja atau perusahaan "terpaksa" memberhentikan pekerja sebelum pensiun. Akibat iklim industri dan bisnis yang kian kompetitif. Atau akibat dampak pandemi Covid-19 yang baru dialami sekarang bahkan mungkin dopengaruhi faktor kondisi ekonomi global, termasuk perang Rusia-Ukraina yang tidak kunjung usai. Terpaksa PHK, begitu yang terjadi di pemberi kerja.

Amazon, perusahaan teknologi raksasa yang berpusat di USA dikabarkan mem-PHK 10.000 karyawannya. Menyusul Facebook, Twitter, dan lainnya. Di Indonesia sendiri, belum lama ini ada 43 ribu pekerja tekstil dan garmen di 6 Kota/Kabupaten di Jawa Barat yang mengalami PHK. 

Sebelumnya, ratusan perusahaan start up pun mem-PHK 61.000 pekerjanya. Dan yang terbaru PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. pun mem-PHK 1.300 karyawannya baru-baru ini. Intinya, PHK karyawan. Kalau alasan sih bisa dibikin, misalnya efisiensi keuangan, efektivitas fungsi atau restrukturisasi dan sebagainya.

PHK karyawan, memang bisa jadi sebuah kondisi yang sulit dihindari. Antara mempertahankan bisnis agar tetap eksis. Menjaga keuangan perusahaan agar tetap on track. PHK memang realitas yang dapat terjadi di mana pun. Maka jika terjadi PHK pun, intinya pemberi kerja harus membayar uang pesangon sesuai ketentuan yang berlaku. 

Saat ini mengacu kepada UU 11/2022 tentang Cipta kerja dan dipertajam teknis mem-PHK di PP No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

PHK berarti Pemutusan Hubungan Kerja. Yaitu pengakhiran hubungan kerja antara perusahaan kepada pekerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban di antara keduanya. Karena itu, PHK tidak dapat dilakukan atas alasan subjektif. Bahkan PHK harus melalui prosedu dan tahapan yang sesuai ketentuan. 

Pada laman jdih.kemnaker.go.id, prosedur PHK diawali dari 1) pemberitahuan maksud dan alasan oleh pengusaha kepada pekerja secara tertulis dan sah dan 2) suratnya pun diberikan paling lama 14 hari kerja sebelum PHK dilakukan atau sesuai yag diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Peraturan Perusahaan. Bila terjadi PHK pun, pekerja boleh menolak. Lalu dilakukan perundingan bipartit dan mediasi. Namun jika tidak tercapai kesepakatan, maka langkah selanjutnya ialah mengikuti mekanisme dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Dalam beberapa kasus yang ada, sebenarnya PHK tidak masalah. Asal perusahaan atau pemberi kerja membayar uang pesangon sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti yang tercantum dalam PP No. 35 tahun 2021 tentang PHK. 

Akan tetapi masalahnya di Indonesia, faktanya 93% perusahaan atau pemberi kerja yang melakukan PHK justru membayar uang pesangon "tidak sesuai aturan" bila tidak mau dibilang sembarangan membayar uang pesangon. 

Karena itu, sangat penting membangun kesadaran dan edukasi kepada perusahaan atau pemberi kerja untuk melakukan pendanaan uang pesangon atau kompensasi pesangon untuk karyawannya. Dari jauh-jauh hari mulai disiapkan "tabungan pesangon" untuk membayar uang pesangon pekerja, bila suatu saat diperlukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline