Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dua Sifat Orang yang Anti Nasihat, Apa Saja?

Diperbarui: 17 September 2022   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Siapapun selagi masih hidup, tentu butuh nasihat. Selain untuk evaluasi dan perenungan, nasihat itu penting untuk memperbaiki diri. Agar menjadi lebih baik di hari-hari esok. Atas pikiran, sikap, dan perilaku yang dilakukan. Karena nasihat bisa jadi pengingat diri. Tentang benar atau tidaknya tindakan yang sudah dilakukan.

 

Nasihat, bukan nasehat. Itu artinya "ajaran atau pelajaran baik". Boleh juga disebut "anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik". Maka siapapun, menasihati atau menasihatkan pasti "pesannya baik, untuk sesuatu yang positif". Ada ajaran moral yang baik dari nasihat. Jadi jangan "anti nasihat". Tapi sangat salah, bila ada orang yang menasihati sesuatu untuk keburukan. Nasihat yang jahat, seperti mengajak orang lain untuk gibah atau menyuruh orang lain untuk berperilaku jelek. 

 

Apalagi di era digital atau era media sosial begini, nasihat itu penting. Sebagai introspeksi sekaligus koreksi diri. Evaluasi atas apa yang pernah diucapkan atau dilakukan di media sosial. Untuk media sosial dipakai untuk hal-hal yang negative, apalagi membenci orang lain? Sehari-hari hanya menyatakan perasaan galau gelisah, pamer atau meng-update sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Katanya mau jadi manusia lebih baik. Tapi kok susah menerima nasihat baik? Ada apa gerangan?

Dan hati-hati pula. Zaman begini pun tidak sedikit orang yang berdalih memberi nasihat padahal menebar keburukan. Niat dan ucapannya justru mencela, mencaci, menghujat, membenci, bahkan menyalahkan orang lain. Mentalitasnya seperti "korban", hanya gemar mempermaslaahkan tanpa memberi solusi. Berdebat hanya untuk mengumbar keburukan orang lain. Itu semua bukan nasihat tapi ego dan sentimen yang diekspresikan.

Nasihat baik, tentu harus dilakukan dengan cara-cara yang baik. Itu prinsip yang harus dipegang dalam bernasihat. Karena manusia itu makhluk yang labil. Manusia yang pasti dan dekat dengan salah dan khilaf. Karena memang tidak ada manusia yang sempurna. Satu waktu berbuat baik, di waktu lain berbuat buruk. Saat ingat jadi baik, saat lupa berubah jahat. Hari ini benar, besok bisa salah. Itulah pentingnya nasihat untuk siapa pun. Antara menashihati atau dinasihati. Asal tujuannya, untuk mengingatkan menjadi lebih baik.

Maka siapapun, jangan pernah merasa paling benar. Atau mengklaim tidak pernah berbuat salah. Seolah-olah orang lain selalu salah. Lalu diri sendiri selalu benar. Lupa ya, bahwa tiap manusia itu pasti ada salahnya. Karena itu, dilarang anti nasihat. Karena manusia yang anti nasihat, kemungkinannya hanya dua: 1) orang sombong atau 2) orang bebal. Bila nasihat itu baik, maka ambillah. Bila nasihat itu buruk maka tinggalkanlah.

Pentingnya memberi nasihat itulah yang dilakukan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Tiap hari Minggu pagi, saat Laboratorium Baca, sekitar 130-an anak pembaca aktif selalu diberi nasihat atau motivasi akan pentingnya membaca buku, cara memahami isi bacaan, hingga pentingnya sekolah untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik.  Nasihat agar mampu berdaya di tengah peradaban dan kompetisi yang ketat. Agar tidak terlindas zaman atau hanya jadi penonton tanpa berbuat apapun.

Siapa pun di taman bacaan, jangan anti nasihat. Karena nasihat dilakukan untuk memperbaiki diri. Sebuat "investasi" untuk kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Karena tanpa nasihat, manusia akan sulit dikontrol. Bahkan bisa menabrak aturan apa pun. Hingga akhirnya membuat kerusakan dan kerugian. Tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga orang lain dan lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline