Mungkin belum banyak orang tahu. Bahwa Indonesia itu negara dengan jumlah universitas terbanyak ke-3 di dunia. Ada 2.595 universitas, hanya di bawah dari India dan USA. Tapi di atas dari Cina, Brazil atau Jepang sekalipun.
Memang sih jumlah universitas secara kuantitatif tidak berbanding lurus dengan kualitas. Contoh sederhana, mungkin ini subjektif ya. Tidak sedikit, justru di negeri ini orang kuliah karena ingin sukses dan kaya. Bukan agar ilmunya bermanfaat untuk orang lain.
Bahkan di beberapa grup WA, alumni universitas malah lebih sering ngomongin orang lain alias gibah. Atau berdiskusi tentang kehidupan setelah mati, yang jelas-jelas bukan areanya.
Apalagi menyalah-nyalahkan cara beragama orang lain. Kalau sudah begini, kadang kangen berada di grup alumni yang kerjanya ngobrolin ilmu-ilmu saat dipelajari Bersama-sama dulu. Sehingga bisa bikin sesuatu yang lebih maslahat dan punya inovasi setelah lulus untuk menebar manfaat kepada sesama.
Ada hubungannya dengan IQ tidak ya?
Menurut laporan World Population Review terbaru (2022), rata-rata IQ orang Indonesia 78,4. Angka ini di bawah rata-rata IQ dunia, yakni 82. Sementara di Laos 89, Singapura 108, dan Korea Selatan 106.
Maaf ya bukannya pesimis. Mungkin dengan rata-rata IQ seperti itu memang agak susah mengharapkan aksi-aksi nyata yang bermanfaat besar untuk bangsa ini. Kesannya, jadi sebatas jago ngomong tapi kosong dalam tindakan.
Apa implikasinya, ya begini deh. Trading online yang tidak jelas saja dikagumi walau akhirnya dipenjara. Makin berpendidikan, kok hoaks dan ujaran kebencian malah makin marak.
Ngasih makan tidak, nyekolahin tidak tapi kalau sudah ngomongin orang kayak yang ngelahirin saja. Maka jangan heran kalau ustas, motivator, dan penebar dusta jadi laku keras.
Banyang orang lupa. Untuk terhindar dari masalah atau menghindari hal-hal jelek pun membutuhkan kecerdasan. Apalagi untuk memahami temuan-temuan ilmiah dan kebaikan yang dikerjakan. Pasti juga butuh modal intelektual minimal. Kecerdasan itu paripurna, harus melibatkan logika dan hati.