Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Anak Indonesia, Lebih Senang Membaca Buku atau Menonton TV?

Diperbarui: 25 Maret 2022   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Era digital itu tidak selalu baik untuk anak-anak usia sekolah. Apalagi di masa pandemi Covid-19 begini. Banyak anak-anak yang menghabiskan waktu di rumah untuk menonton TV atau main gawai. Sekalipun PTM (pembelajaran tatap muka) sudah kembali normal, lalu siapa yang bisa menjamin anak-anak tidak lagi menonton TV? Budaya menonton TV inilah yang harus jadi perhatian banyak pihak.

Menonton TV bukan hanya hiburan. Tapi menonton TV pun butuh literasi. Studi Nielsen (2018) menyebut orang Indonesia mampu menghabiskan waktu menonton TV rata-rata 5 jam setiap harinya. Sementara main ponsel rata-rata 6 jam per hari. Sementara membaca buku atau berita hanya sekitar 55 menit. Artinya menonton TV dan main gawai lebih dominan dibandingkan membaca buku. Tapi sayang, tidak ada studi yang mengungkap. Berapa lama rata-rata orang Indonesia doyan ngomong? Atau membuang waktu untuk hal yang sia-sia, seperti bergunjing atau gosip? 

Sekalipun datanya relatif sudah lama, Dr. Taufik Ismail (1996) pernah meneliti soal rendahnya minat baca di kalangan pelajar Indonesia. Mulai dari level SD hingga SMA. Selama 12 tahun sekolah, pelajar di Indonesia hamper tidak pernah membaca buku. Alias tidak ada satu buku yang utuh dibaca. Sementara di Jerman dan AS lulusan SMA rata-rata mampu membaca 32 buku, di Belanda rata-rata 30 buku, di Jepang anak-anak pelajar membaca 15 buku, di Swiss 15 buku, di Rusia 12 buku, di Brunei 7 buku, dan di Singapura 6 buk. Lalu, anak-anak pelajar Indonesia di mana?

Sementara perilaku membaca kian dikebiri, justru menonton TV kian digemari. Banyak orang lupa, menonton TV pun bisa berdampak buruk. Bila tidak mau dibilang berbahaya. Sebuah studi menyebut, menonton TV dua jam sehari saja dapat membuat orang merasa gelisah. Apalagi anak-anak usia sekolah, risiko depresinya pun sangat besar. Bisa mengalami gangguan ansietas. Sebauh keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya.

 

Di Harian Media Indonesia, saya pun pernah menulis artikel tentang krisis spiritual yang ditimbulkan akibat menonton TV. Setidaknya, ada 4 (empat) krisis spiritual yang dialami seseorang akibat gemar menonton TV:

1.    Krisis informasi akibat melimpahnya informasi yang diterima tanpa ada eksekusi sehingga jadi sebab bingung dan imajinasinya terganggu,

2.    Krisis imajinasi sosial akibat banyaknya fantasi sosial yang ditayangkan tanpa mau lakukan aktualisasi diri di dunia nyata.

3.    Krisis budaya akibat ajaran gaya hidup TV yang merusak adab dan kebiasaan penontonnya sehingga menjadi inspirasi perilaku yang menyimpang.

4.    Krisis identitas akibat pengaruh tayangan yang tidak sesuai dengan realitas sehingga jkadi sebab goyah identitas, rapuhnya spiritual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline