Lebih baik menjadi singa yang kesepian daripada menjadi domba yang popular, itulah spirit yang patut dipegang pegiat literasi di taman bacaan. Karena taman bacaan dan gerakan literasi masih jadi "jalan sunyi" di bumi Indonesia. Masih banyak orang yang tidak peduli pentingnya literasi. Bahkan literasi pun masih sebatas dijadikan bahan seminar atau panggung diskusi. Sementara aksi nyata dan praktik baiknya relatif tertinggal.
Maka siapa pun pegiat literasi, harus berani untuk berdiri tegak. Sekalipun terpisah dari panggung "keramaian" media sosial atau komunitas hobi di mana-aman. Berdiri tegak adalah sikap taman bacaan sekaligus prinsip pegiat literasi.
Apa pun kondisinya, seberapa besar pun tantangannya. Taman bacaan di mana pun, boleh Lelah. Tapi tidak boleh menyerah. Karena ke depan, hanya literasi yang lebih baik yang mampu meningkatkan harkat dan martabat sebuah bangsa. Bahkan menyelamatkan generasi muda di masa depan dari gempuran era digital.
Taman bacaan berjuang sendiri itu lumrah. Tapi bila banyak orang yang membantu patut disyukuri. Karena sejatinya, taman bacaan hanya butuh komitmen -- konsitensi dalam menjalankan aktivitas literasi dengan sepenuh hati. Harus ada tekad dan keberanian untuk berjuang di "jalan sunyi" bernama taman bacaan. Maka sekali lagi, jangan pernah takut untuk berdiri tegak di taman bacaan.
Bila taman bacaan sebagai jalan hidup, berdiri tegak adalah sikap. Selalu ada tantangan dan rintangan di taman bacaan. Apalagi menghadapi orang-orang yang apatis, tidak peduli bahkan bergunjing.
Sekalipun taman bacaan sebagai tempat perbuatan baik, pasti ada orang-orang yang tidak suka. Itu sangat lumrah. Dan lagi pula, taman bacaan pun tidak akan mampu meng-entertain semua orang. Taman bacana, cukup menjalani yang baik dan berani berdiri tegak. Pegiat literasi harus tetap tumbuh sekalipun berada di tempat yang tidak menyenangkan.
Pegiat literasi dan taman bacaan di mana pun. Harus berani bersikap seperti batu karang. Tetap berdiri tegak sekalipun dipukuli ombak tidak putus-putusnya. Bahkan batu karang pun tetap istikomah untuk meredam amarah ombak-ombak dalam berbagai gelombang. Maka taman bacaan, dilarang untuk berucap "tidak mungkin, tidak bisa, tidak mau, atau tidak berani". Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selagi mau ikhtiar dan percaya akan kekuasaan Allah SWT.
Berdiri tegak, itulah spirit yang pegang Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sejak didirikan pada November 2017 hanya ada 14 anak yang bergabung dan koleksi bukunya pun hanya 600 buah. Tidak punya relawan dan tidak satu pun anak yang terbiasa membaca buku sebelumnya.
Tapi kini setelah 5 tahun berjalan dan dengan mengembangkan model "TBM Edutainment", TBM Lentera Pustaka sudah menjalankan 13 program literasi, yaitu: 1) TAman BAcaan (TABA) dengan 140 anak pembaca aktif usia sekolah yang berasal dari 3 desa, setiap anak pun mampu membaca 3-8 buku per minggu per anak, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai sekolah, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 33 ibu-ibu anggota, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng) melalui celengan, 10) LITDIG (LITerasi DIGital) seminggu sekali, 11) LITFIN (LITerasi FINansial) sebagai edukasi keuangan, dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan akhlak dan kesantunan, serta 13) MOBAKE (MOtor BAca KEliling) yang beroperasi seminggu 2 kali.
Dengan koleksi lebih dari 10.000 buku dan didukung 18 18 relawan aktif, tidak kurang dari 250 orang menjadi pengguna layanan literasi di TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. TBM Lentera Pustaka dikenal sangat aktif dalam menjalankan program literasi secara rutin. Sebagain orang menyebut, TBM Lentera Pustaka sebagai taman bacaan paling komprehensif di Indonesia.