Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Literasi Sadar Diri

Diperbarui: 26 Februari 2022   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Fakta hari ini. Banyak orang sadar membaca buku itu penting. Tapi sedikit yang mau membaca buku. Banyak orang sadar berbuat baik itu bagus. Tapi sedikit yang mau berperilaku baik. Bahkan banyak orang sadar membenci itu dilarang. Tapi tidak sedikit yang hidupnya dalam kebencian. Sadar tapi tidak sadar.

Sadar. Kita harus sekolah dan belajar dulu untuk meraih cita-cita. Kita juga harus bekerja keras untuk mencapai apa yang diinginkan. Sadar, berkiprah di taman bacaan atau jadi pegiat literasi itu penuh tantangan dan cobaan. Sekalipun bersifat sosial, mengelola taman bacaan pun butuh perjuangan keras. Agar tetap sadar untuk berjuang. Agar tetap tegak tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.

Sadar itu kata yang gampang diucapkan, Tapi tidak mudah dilakukan.

Sudah tahu korupsi salah, kok baru sadar setelah dipenjara. Sudah tahu menyebar hoaks itu salah, kok baru sadar sudah ditahan. Sudah tahu virus Covid-19 itu mematikan, kok baru sadar protokol kesehatan itu penting. Sadar itu di depan, bukan di belakang.

Sadar itu berarti tahu diri, lalu mengerti. Untuk memperbaiki diri, memperbaiki keadaan. Dari yang belum baik menjadi lebih baik. Maka sadar butuh kesadaran dari orangnya. Tetap mawas diri atau aware terhadap keadaan. Sadar untuk bersahabat dengan realitas, bukan melulu mengeluh atau hidup dalam buaian mimpi.

Entah kenapa? Bertindak sadar, justru jarang disadari. Sadar bahwa manusia itu bukan apa-apa, bukan pula siapa-siapa. Sadar, hidup itu bukan menuntut dihargai tanpa mau menghormati. Menuntut hak tanpa mau menjalakna kewajiban. Kegagalan itu bukan untuk disesali melainkan untuk disadari sebagai bahan introspeksi. Sadar, hidup untuk menebar kebaikan dan manfaat kepada orang lain bukan baik dan manfaat untuk diri sendiri. Maka sadar, untuk lebih banyak introspeksi diri daripada menghakimi orang lain. Memang, percaya diri itu penting. Tapi yang lebih penting itu sadar diri.

Banyak orang tidak sadar. Bahwa dunia yang mereka tinggali saat ini sangat menyenangkan. Tapi karena mereka sibuk dengan rutinitas. Akhirnya merasa hidupnya datar dan biasa-biasa saja. Jadi tidak punya waktu untuk menyadari. Bahwa dunia ini punya nilai dan makna yang lebih dari sekadar yang mereka pikirkan. Sadar bersyukur, sadar berbuat baik, dann sadar berjuang memberi manfaat kepada orang lain. 

Seperti pegiat literasi di taman bacaan pun harus sadar. Bahwa selalu saja ada "kerikil" di jalan pengabdian yang harus dilalui. Kadang menyakitkan di kaki walau tidak jadi sebab untuk berhenti melangkah. Selalu saja ada "angin yang menerpa" sehingga menghambat gerak langkah untuk lebih cepat. Selalu saja ada hambatan dan tantangan. Karena memang hidup di taman bacaan, bukan jalan dan panggung popularitas. Sadar, taman bacaan itu hanya jalan sunyi yang tidak banyak dilewati orang. Sadar, taman bacaan hanya jalan sepi di era digital.

Dalam kitab "Nashaihul Ibad", sadar itu harus ada pada setiap diri. Siapa pun, di mana pun. Sadar akan 3 hal agar tetap ada dalam diri. Sadar yang isinya; 1) RUH agar berpegang pada Allah, 2) AMAL agar terus ditegakkan, dan 3) JASAD yang akan habis ditelan bumi.

Maka sadar, seharusnya terletak di depan, bukan di belakang. Sadar bahwa sesuatu yang baik itu butuh perjuangan, bukan hanya pengorbanan. Bila sudah sadar, maka perbanyaklah sabar. Sadar untuk tetap rendah hati dan menjauhkan diri dari tinggi hati. Sadar pun ada di taman bacaan. Salam literasi #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline