Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Pers di Mata Pegiat Literasi, Apa Masih Objektif?

Diperbarui: 9 Februari 2022   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pekerja pers. Sumber: ThinkstockPhotos via Kompas.com

Ada pertanyaan penting di Hari Pers Nasional tahun 2022 ini. Apakah pers hari ini masih objektif? Tentu jawabnya dapat diperdebatkan. Atau justru jawabnya sangat subjektif, tergantung siapa yang bicara. Soal objektivitas pers hari ini, patut menjadi tema besar insan pers di mana pun. Apalagi di tengah era digital yang kian liar sumber informasinya. Hingga pembaca semakin sulit memilah mana berita yang benar mana yang hoaks?

Sesuai dengan fungsinya, pers atau media bisa jadi satu-satunya pemberi informasi dan berita yang dapat diandalkan. Tempatnya mencari berita yang objektif dan berimbang. Berita yang bersabdar pada fakta dan data di lapangan. Bukan sekedar memenuhi hausnya informasi masyarakat yang kian kepo. Maka, objektivitas pers menjadi sangat penting dipersoalkan kembali.

Lalu pertanyaannya, pers yang objektif menurut siapa?

Objektif harusnya bukan hanya berbasis logika. Tapi hati nurani dan etika pun jadi acuan. Berita yang mampu mengungkap keadaan yang sebenarnya. Tanpa dipengaruhi pendapat atau opini di jurnalis atau institusi medianya. Objektivitas pers yang merujuk pada faktualitaas, keadilan, dan bersifat nonpartisan. 

Karena itu, independensi  pers atau jurnalis harus dikedepankan.Agar setiap berita yang disajikan mampu menjadi informasi yang mencerdaskan dan berdampak positif bagi pembaca. Bukan sebaliknya, justru menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Apalagi di tengah konstelasi politik yang menguat dan maraknya hoaks, insan pers memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik masyarakat. Melalui sajian berita dan informasi yang objektif. Berita yang mampu menjawab simpang siurnya berita atau "ketidakpastian" kondisi di lapangan. Pers yang objektif, sekaligus jadi saran pembelajaran bagi masyarakat. Tentang objektivitas dan cara pandang melihat persoalan kehidupan.

Tidak dapat dipungkiri, berita itu ada yang sesuai fakta. Ada pula yang tidak sesuai fakta. Karena itu, insan pers harus berdiri di tengah. Tidak memihak dan tetap berimbang untuk menyajikan berita apa pun. Di era serba digital seperti sekarang, justru satu-satunya sumber informasi yang valid adalah pers atau media. Namun bila objektivitas pers sudah terkontaminasi, lalu ke mana lagi masyarakat bisa mencarinya?

Objektivitas pers memang patut dikedepankan. Agar masyarakat pun mampu melihat suatu peristiwa dari sudut pandang yang benar. Karena berita yang baik belum tentu benar. Berita apa pun harus terbebas dari kepentingan insan pers atau institusi medianya. Berita tidak perlu mengejar siapa yang salah pada satu kasus. Tidak perlu pula berita menyudutkan pihak tertentu. Karena berita hanya menyajikan fakta dan data yang sebenarnya.

Westerstahl dalam McQuail (2005) tentang objektivitas pers harus menjunjung tinggi dua hal, yaitu 1) faktualitas yang bertumpu pada kebenaran dan relevansi dan 2) keadilan yang bertumpu pada keberimbangan dan netralitas. 

Maka berita yang objektif tidak cukup hanya benar dan relevan bila tidak memenuhi berimbang dan netral. Karena itu, berita apa pun harus bersifat faktual dan adil. Bukan berita yang menyesatkan atau berita yang tidak didasari iktikad baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline