Akibat kekayaan yang dimilikinya, Abdurrahman bin Auf justru sering menangis. Kok bisa orang kaya harta malah menangis? Iya, karena dia khawatir akan memasuki surga paling terakhir. Sementara banyak orang mengejar kekayaan, Abdurahman bin Auf malah sering bersedih hati saat mendapatkan kenikmatan duniawi. Jangan-jangan nikmat dunia itulah yang melalaikannya. Hingga harta dan kekayaan justru menjadi nestapa akhirat yang disegerakan.
Begitu pula manusia pada umumnya. Banyak yang berlomba-lomba mengumpulkan harta. Bekerja untuk kaya. Agar dibilang sukses di dunia. Agar jabatan dan pangkatnya tinggi untuk dihormati orang lain karena urusan dunia. Segala hal dan cara untuk kepentingan dunia dipikirkan. Diskusi dan ngobrol terus-menerus untuk merengkuh kekayaan di dunia. Dan tanpa disadari, akhirnya lupa untuk mengumpulkan bekal ke akhirat?
Hari ini, mungkin ada seorang bapak yang memperlakukan sholat Dhuha seperti shalat wajib. Karena khawatir tidak dapat rezeki. Ada lagi pemuda yang rajin sholat Dhuha tiap hari agar mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi. Tapi sayang, justru sholat Subuh-nya selalu kesiangan. Di dekat kita pun, ada pula kawan yang mengukur sholat Tahajud dengan kesuksesan dunia. Atau seseorang yang getol sedekah hanya untuk mendapatkan "cash back" rupiah di setiap usahanya.
Manusia sering lupa. Bahwa siapa pun yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Allah SWT akan berikan. Percayalah karena tidak ada hamba-Nya yang tidak diberikan anugerah dan rezeki. Tapi ketahuilah, saat kenikmatan dunia memperdaya mereka. Maka "Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan."(QS 11:15-16).
Maka di penghujung tahun 2021 ini. Patut direnungkan, bikin resolusi tahun 2022 bukan untuk mengejar urusan dunia semata. Tapi urusan akhirat. Resolusi bukan untuk memenuhi keutuhan lahir tanpa batin. Karena dunia bukanlah "tempat tinggal" melainkan "tempat yang pasti ditinggalkan". Harta bukan segalanya. Kekayaaan pun percuma bila akhirnya melalaikan. Bila akhirnya makin lupa kematian, makin jarang menjalankan ketaatan kepada-Nya. Maka esok, luruskan niat. Perbaiki ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan di dunia. Untuk apa dan mau ke mana?
Seperti aktivitas taman bacaan. Tentu diadakan bukan untuk dibilang sosial. Jadi pegiat literasi pun bukan untuk disebut jadi orang baik. Sederhana saja, taman bacaan itu ada untuk memberi akses buku bacaan ke anak-anak dan masyarakat. Bukan untuk menjadikan mereka orang-orang pintar. Apalagi biar masa depan mereka sukses dan kaya. Sama sekali tidak. Taman bacaan untuk memberi variasi kegiatan anak-anak. Ada main, ada gawai, ada mengaji, dan ada membaca di taman bacaan.
Khoirunnas anfauhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Jadi spirit taman bacaan adalah ikhtiar untuk terus berusaha bagaimana agar menjadi orang yang bisa memberi manfaat pada orang lain. Tentu sesuai dengan apa yang dimiliki dan apa yang mampu dilakukan. Bekerja penting, punya uang pun harus. Tapi sebaik-sebaik makhluk adalah mereka yang tetap taat kepada Allah SWT, menjalankan perintah-Nya. Namun tetap mau bersedkah dan menebarkan manfaat dan kebaikan kepada orang lain. Bukan untuk dirinya sendiri. Karena, apapun perbuatan baik yang dilakukan untuk orang lain. Pasti tidak akan menimbulkan kerugian dan imbasnya akan baik kepada orang yang melakukannya.
Sedekah tidak harus uang, tidak harus materi. Bertindak tidak zolim kepada orang lain, tidak gibah, tidak menyakiti sesama dan menutup aib orag lain pun bisa jadi amal ibadah. Seperti di taman bacaan, mau menyediakan akses buku bacaan pun sedekah, Bersedia meluangkan waktu dan membimbing anak-anak yang membaca, mengajari ibu-ibu buta huruf pun jadi amal ibadah. Itulah yang dilakukan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka dikaki Gunung Salak Bogor. Karena itu, pegiat literasi dan aktivitas taman bacana harus tetap komitmen dna konsisten dalam menjalankan program literasi dengan sepenuh hati. Karena "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. (QS 41:46).
Maka di momen akir tahun 2021, menyambut tahun 2022. Mari luruskan lagi niat-niat dan ikhtiar baik kita. Jangan salah niat dalam meraih dan menggapai sesuatu untuk dunia. Sholat Dhuha jangan diukur dengan bertambahnya rezeki. Sholat Tahajud jangan diukur dari kesuksesan dunia. Sedekah jangan diukur dari mewahnya rumah dan kendaraan. Taman bacaan pun bukan untuk jadi orang suci.
Tapi jadikan Dhuha untuk menyehatkan akal pikiran dan hati. Tahajud untuk menutupi kekurangan ibadah-ibadah. Sedekah untuk meringankan beban di akhirat. Dan taman bacaan pun diniatkan untuk membebaskan dari penyakit dan musibah yang seharusnya diterima akibat kesalahan yang diperbuat.
Tahun 2022 segera tiba. Luruskan niat untuk mengejar akhirat. Insya Allah urusan dunia pun dipermudah. Jangan terlalu cinta dunia bila akhirnya melalaikan, hingga lupa urusan akhiran dan membenci kematian. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka