Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Jalan Buntu Pegiat Literasi dan Taman Bacaan, Seperti Apa?

Diperbarui: 23 November 2021   06:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Seorang kawan pegiat literasi bertutur. Bahwa taman bacaan yang dikelolanya seakan menemui jalan buntu. Anak-anaknya tidak banyak, sementara buku-buku bacaan pun terbatas. 

Belum lagi masyarakat sekitar yang apatis. Terkesan kurang mendukung. Jadi frustrasi mengelola taman bacaan. Begitulah realitas yang dihadapi pegiat literasi d banyak taman bacaan. Maka benar, taman bacaan masih jadi "jalan sunyi" kehidupan.

Saat diminta komentar, saya pun berkata. Pegiat literasi itu bukan profesi. Tapi spirit dan perjuangan yang harus diemban. Taman bacaan hanya "kendaraan", tempat untuk mengaktualisasikan gerakan literasi itu sendiri. Jadi, pegiat lirerasi itu harus bersikap. Untuk pantang menyerah dalam memperjuangkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. 

Karena itu, jalan pegiat literasi pasti tidak mudah. Pasti banyak tantangan, bergelimang celotehan yang bernada negatif. Maka pegiat literasi dan taman bacaan, jangan terjebak apatisme orang-orang tidak peduli. Jangan pula terperangkap rasa frustrasi.

Sejatinya, resep jadi pegiat literasi dan mengelola taman bacaan sangat sederhana. Tetap komitmen dan konsisten dalam menjalani kebaikan. Seberat apapun tantangannya, sejelek apapun pikiran orang lain. Karena di taman bacaan, semua kejelekan orang lain justru jadi tempat belajar tentang arti MENAHAN DIRI. Dan semua kebaikan yang ada pun harus  menjadikan pegiat literasi tetap mampu RENDAH HATI". 

Orang-orang di luar sana, memang gemar gaduh. Adu mulut Ibu Arteria vs anak jenderal ramai. Kang Yana "cada pangeran" nge-prank berisik. Soal pengurus MUI komentar. 

Bahkan punya sirkuit Mandalika pun gaduh. Itulah orang-orang yang lupa. Bahwa larut dalam pembicaraan yang tidak berguna dan banyak bertanya soal yang tidak penting itu perbuatan yang harus dihindari.

Di zaman begini, banyak orang lebih senang makan di makaroni ngehe atau rawon setan, bahkan nasi goreng sambal iblis. Sementara koperasi syariah tidak digemari, menyantuni anak-anak yatim atau kaum jompo pun bilang tidak punya waktu. 

Apalagi mengajarkan membaca dan menulis kaum buta huruf, pasti buru-buru menolaknya. Itu semua pertanda, segala hal yang jelek-jelek patut dicoba dan berpotensi digemari. Sementara yang perbuatan yang baik-baik, tidak sedikit orang yang menghindarinya.

Maka berkiprah jadi pegiat literasi, jadi relawan mengelola taman bacaan. Sudah pasti banyak tantangannya. Bila tidak mau disebut banyak musuhnya. Karena itu, pegiat literasi dan taman bacaan di mana pun lebih baik fokus untuk terus melangkah ke depan. 

Tanpa perlu bertanya, kenapa begini atau merasa berada di jalan buntu. Jalan buntu taman bacaan bukanlah hukuman, melainkan energi untuk tetap bergerak. Karena di taman bacaan, yakinlah ada setitik cahaya di ujung terowongan yang gelap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline