Tanggal 10 November selalu diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Tapi sayang, siapapun anak-anak yang ditanya. Tidak satupun dari mereka yang "ingin jadi pahlawan". Mereka justru ingin jadi dokter, jadi pilot, jadi insinyur, jadi politisi, jadi guru, jadi ustaz, atau jadi pemain sepakbola. Katanya pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya, pejuang yang gagah berani. Lalu, kenapa banyak orang tidak mau jadi pahlawan?
Seharusnya Hari Pahlawan itu tidak cukup untuk diperingati. Pahlawan pun tidak hanya dikenang. Karena pahlawan, sama sekali tidak terbatas pada segelintir orang. Seperti pahlawan nasional yang berjuang dan berkorban di masanya. Seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo dan pahlawan lainnya. Karena mereka rela berkorban, bukan untuk dikenang namanya. Tapi semata-mata untuk membela cita-cita dan kebenaran.
Sejatinya, pahlawan bukan cerita yang dipelajari di sekolah. Bukan pula rasa hormat yang ada di upacara bendera. Bukan pula seperti preman yang "berpakaian" ustaz. Hingga tidak pernah tahu "apa yang diperjuangkan dalam hidupnya?"
Anehnya di zaman now. Banyak orang yang merasa jadi pahlawan, bahkan "sok pahlawan". Lalu, ujungnya jadi orang yang sok paling berjasa, paling berkorban. Lalu jadi sok tahu dan sok pintar. Agar dibilang hebat, dibilang keren, dan ingin dibilang tahu segalanya. Padahal aslinya, mereka sama sekali tidak tahu apapun. Jika tahu pun hanya sedikit saja. Hingga pahlawan sesungguhnya pun takut bila bersanding dengan orang yang "sok pahlawan". Begitulah realitas, orang-orang sok pahlawan di zaman now.
Lalu, siapa pahlawan hari ini?
Sungguh, siapapun yang melakukan pekerjaan tanpa panggilan itulah pahlawan. Mereka yang "bekerja karena keterpaksaan". Pejuang kemanusiaan yang bekerja untuk menebar manfaat dan kebaikan kepada orang lain. Karena baginya, pahlawan adalah tindakan bukan omongan. Pahlawan yang berkorban untuk kebaikan orang lain. Berani berkorban di jalan baik, dengan sepenuh hati, dengan rasa cinta secara konsisten. Orang yang hanya tahu berbuat bak, sekalipun orang-orang sok pahlawan mencercanya. Itulah seorang pahlawan.
Pahlawan pun ada di taman bacaan.
Mereka yang berjuang demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Orang-orang yang bergerak sepenuh hati untuk mengelola taman bacaan untuk menyediakan tempat membaca anak-anak dan mendidik akhlak. Taman bacaan yang jadi tempat memberantas buta huruf, tempat anak-anak difabel ber-aktualisasi diri.
Taman bacaan yang mampu membuat tersenyum anak-anak yatim dan kaum jompo binaan. Termasuk mampu membebaskan warga sekitar dari jeratan rentenir dan utang berbungan tinggi. Seperti yang dilakukan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.