Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Manusia Ambigu di Masa Pendemi, Bilangnya Sayang tapi Kerjanya Mengeluh

Diperbarui: 15 September 2021   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Zaman boleh maju, teknologi silakan canggih. Gaya hidup pun kian kesohor walaupun tekor. Itulah manusia "ambigu" di masa kini.

Ambigu. Dapat diartikan "bermakna ganda, taksa". Isa juga disebut "bias". Sehingga ambigu menjadikan banyak orang bingung. Punya stnadra ganda. Kiri boleh, kanan boleh. Apa yang diomong berbeda dengan apa yang dilakukan. Apa yang dituju berbeda denga napa yang dijalankan. Ambigu.

Katanya cinta bangsa Indonesia tapi kerjanya berceloteh tentang kekurangan dan kesalahan bangsanya. Katanya beragama tapi kerjanya justru nyinyir terhadap umat beragama. Katanya lagi "anti korupsi" tapi kerjanya mencari-cari salahnya KPK. Katanya "menghormati proses hukum" tapi giliran dipanggil banyak ngeles-nya. Ada pula orang yang berharap rezeki dari pekerjaannya. Tapi pekerjaan itu pula yang selalu dikeluhkan. Sekali lagi, ambigu.

Memang, manusia bila sudah ambigu itu susah ditebak. Bilangnya cinta tapi perilakunya menghardik dan mencela. Bilangnya paham agama tapi kerjanya menyalahkan orang lain. Manusia ambigu, kian tidak jelas arahnya. Mau kemana dan lewat mana jalannya? Bingung dibuat sendiri.

Sebut saja manusia ambigu di masa pandemic Covid-19.

Katanya vaksin sebagai ikhtiar sehat. Tapi tidak sedikit orang yang tidak mau di-vaksin. Katanya terjadi pelecehan seksual di kantor maka dilaporkan. Kini justru dilaporkan balik orang yang melaporkan. Jadi, yang benar yang mana sih? Manusia ambigu.

Seperti anak ABG pacara. Saat jadian, cerita ke orang-orang bahwa "ini bakal jadi jodoh gue yang dipertemukan untuk masa depan". Ehh, sebulan kemudian, cerita lagi bilang sudah putus. Katanya "Gue sudah berusaha, tapi emang tidak jodoh mau diapain". Anak muda zaman sekarang pun banyak yang ambigu.

Persis katanya cinta pada bangsa dan negara. Hidupnya di bumi Indonesia, cari nafkahnya pun di nusantara. Tapi saat bertutur yang diungkap ketidak-becusan negaranya sendiri. Mengeluh melulu soal negara. Tidak beres-lah, tidak becus-lah. Dia lupa, memang ada negara di dunia yang beres?

Manusia ambigu. Makin kemari kayaknya makin banyak. Bilangnya "cinta" tapi kerjanya "menyakiti". Bilangnya "sayang" tapi perilakunya "berkeluh-kesah". Manusia-manusia ambigu. Lain di mulut, lain di hati, dan lain pula di perbuatan.

Sekarang ini, manusia ambigu makin marak. Ada di TV ada pula di gurp WA. Apalagi di media sosial. Bilangnya praktisi, akademisi, politisi. Tapi tiap ngomong "sibuk" mencari salahnya orang, sibuk menjelek-jelekkan orang lain. Mengumbar aib orang lain yang bukan kelompoknya. Bikin publik tambah bingung. Bukannya jadi solusi justru tambah masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline