Konon kabarnya, taman bacaan masyarakat (TBM) di Indonesia mencapai lebih dari 5.000 TBM. Tentu, ini jadi kabar gembira. Karena TBM memang datang dan tumbuh di masyarakat secara nyata. Untuk meningkatkan aktivitas giat membaca dan budaya literasi di masyarakat. Di mana pun di pelosok bumi Indonesia. Maka sulit dibantah, taman bacaan seharusnya jadi ujung tombak dalam mengembangkan literasi baca tulis yang efektif. Di samping mampu menjadi sentra pemberdayaan masyarakat di segala bidang. Melalui interaksi sosial yang terjadi di taman bacaan. Sampai di sini, semua pasti setuju.
Lalu pertanyaannya, seberapa aktif taman bacaan menjalankan aktivitas literasi?
Agak sulit untuk menjawabnya. Dari pengamatan subjektif, setidaknya hanya 3 dari 5 TBM yang ada yang aktif dan rutin beroperasi. Itu artinya hanya 60% saja TBM yang tetap eksis menjalankan programnya. Coba saja di cek di lapangan, datangi TBM yang ada. Apakah aktivitasnya ada dan berjalan? Jadi, soal keaktifan TBM pun patut jadi perhatian. Bukan hanya kuantitas yang terdaftar, di manapun.
Kenapa TBM tidak aktif? Mungkin secara subjektif, ada beberapa faktor penyebab, seperti: 1) anak-anaknya tidak ada atau tidak banyak, 2) buku-bukunya tidak ada atau sedikit, 3) terkendala soal biaya operasional walau tidak besar, dan 4) komitmen pengelolanya tidak sepenuh hati alias "angin-anginan". Memang ada taman bacaan yang punya pengaruh ke masyarakat sejak didirikan. Tapi tidak sedikit taman bacaan yang terkesan "ada tapi tiada".
Maka sebagai solusi, pengelola taman bacaan di Indonesia harus lebih fokus terhadap tata kelola taman bacaannya. Karena taman bacaan bukan hanya tempat membaca atau sebatas gudang buku seperti yang dituding banyak orang. Taman bacaan hari ini seharusnya mampu menjadi "sentra pemberdayaan masyarakat dan pusat peradaban umat". Karena itu, taman bacaan harus dikelola dengan professional. Sekalipun bersifat sosial, taman bacaan harus punya kurikulum, program dan kegiatan rutin, sumber pendanaan, dan yang terpenting pengelola dan relawan yang konsisten berkiprah di taman bacaan.
Untuk menjaga keaktifan dan eksistensi taman bacaan, tidak ada salahnya TBM pun menjalankan program-program lain yang jadi masalah sosial di lingkungannya. Seperti yang dijalankan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sejak berdiri tahun 2017 lalu, awalnya TBM Lentera Pustaka hanya menjalankan aktivitas taman bacaan dengan 14 anak yang ikut bergabung. Melalui model "TBM Edutainment" yang dikembangkan secara langsung oleh pendirinya, kini TBM Lentera Pustaka sudah memiliki 168 anak usia sekolah sebagai pembaca aktif. Anak-anak yang berasal dari 3 desa, yaitu Sukaluyu, Tamansari, dan Sukajaya Kec. Tamansari Kab. Bogor.
Dan sebagai upaya membangun peradaban dan sebagai sentra pemberdayaan masyarakat, tidak pernah ada yang menyangka. Saat ini TBM Lentera Pustaka pun akhirnya berkembang dan menjalankan 10 program, yatu:
1. TABA (TAman BAcaan), aktivitas kegiatan membaca seminggu 3 kali dengan jumlah pembaca aktif 168 anak usia sekolah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya).
2. GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA), aktivitas berantas buta huruf seminggu 2 kali yang diikuti 9 warga belajar buta huruf dari kalangan ibu-ibu.
3. KEPRA (Kelas PRAsekolah), kegiatan belajar calistung (membaca-menulis-berhitung) anak usia balita/PAUD seminggu 2 kali yang diikuti 25 anak.
4. YABI (YAtim BInaan), kegiatan sosial menyantuni 16 anak yatim binaan sebulan sekali mengaji untuk memastikan mereka tetap sekolah, diberikan santunan bulanan dan beasiswa.