Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Covid-19 dan Merenda Masa Depan Anak via Taman Bacaan

Diperbarui: 30 Juni 2021   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Hari-hari gini di masa pandemi Covid-19. Publik dihadapkan pada berita tentang Covid-19 yang mengganas. Setiap hari selalu saja ada yang meninggal dunia. Bikin takut dan khawatir. Sementara di sisi lain, edukasi untuk tidak takut Covid-19 pun begitu gencar. Agar imunitas tubuh tetap baik dan tetap patuh protokol kesehatan. Ada dua kutub di situ soal Covid-19. Ada yang membangun ketakutan, ada pula yang menebar optimisme.

Pesan moralnya, penyakit dan kematian bisa terjadi pada siapa pun. Bisa karena sakit, bisa karena kena covid, bisa kecelakaan. Kematian itu pasti datang. Tapi dia tidak bisa dipercepat, tidak bisa diperlambat. Karena bukan area manusia. Tapi sudah kehendak Allah SWT. 

Bila sakit dan kematian bisa terjadi pada siapa pun. Maka siapa pun bisa jadi apapun.

Bahasa kerennya, kata orang bule "anyone can be anything". Siapapun bisa jadi apapun.

Setiap orang bisa jadi apa saja. Siapa pun bisa memilih mau seperti apa dalam hidup ini. Mau sehat atau sakit? Mau optimis atau pesimis? Asal jangan mau jadi Tuhan. Karena manusia hanya bisa ikhtiar dan doa.

Anyone can be anything. Siapa pun bisa jadi apapun. Begitulah spirit yang seharusnya ada di taman bacaan. Karena sebelumnya, anak-anak di kampung itu tidak punya akses buku bacaan. Tidak terbiasa membaca buku. Maka di taman bacaan, katakan mereka sudah bisa membaca buku. Dan untuk itu, berhak menjadi apapun. Mereka bisa jadi presiden, guru, dokter, polisi, CEO, arsitek atau apapun. Anak-anak yang boleh dan bisa jadi apapun. Tidak penting, mereka berasal dari mana? Dari kampung atau dari kota. Dari keluarga miskin atau kaya, sama sekali tidak peduli. Asal kalian punya semangat dan tekad untuk berhasil. Energi untuk mencapai cita-cita, itu sudah cukup.

Siapa yang tidak kenal. Cut Nyak Dien itu dari Aceh. Jenderal Sudirman pun orang kampung di Purbalingga. Ibu R.A. Kartini dari Jepara. Bahkan semua presiden di Indonesia tidak ada yang lahir di Jakarta. Itulah contoh, siapa pun bisa jadi apapun. Sosok yang bisa jadi contoh baik. Karena mau membaca, mau belajar, mau berjuang tanpa lupa berdoa. Hingga bisa mencapai cita-citanya, menapak jalan hidup yang lebih baik.

Seperti anak-anak di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Ada 168 anak pembaca aktif yang rutin membaca 3 kali seminggu. Rata-rata kini "melahap" 5-8 buku per minggu per anak. Padahal mereka terancam putus sekolah. Akibat keterbatasan ekonomi orang tua. Maklum, wilayahnya termasuk kawasan prasejahtera. Maka tingkat pendidikan masyarakatnya saat ini 81% ada di SD dan 9% di SMP. 

Di masa pandemi Covid-19. Justru jadi momen taman bacaan untuk merenda masa depan anak-anak lebih optimis melalui buku bacaan. Apalagi di tengah PJJ (pembelajaran jarak jauh) yang tidak efektif atau libur sekolah. Sungguh, taman bacaan justru menjadi media untuk meningkatkan imunitas tubuh. Sekaligus “ladang amal” untuk selalu menggiatkan anak-anak membaca buku. Di taman bacaan, anak-anak pun dilatih berpikir positif. Bukan malah ketakutan dan pesimis terhadap realitas hidup yang harus dihadapi.

 Anyone can be anything. Setiap anak, sejatinya bebas memilih jalan hidupnya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline