Taman bacaan itu tempat baik. Taman bacaan itu perbuatan baik.
Tapi bukan berarti tanpa penentangan. Sudah sangat lazim, setiap kebaikan yang ditebarkan selalu saja ada orang-orang yang menentang. Karena membaca buku juga bagian dari dakwah. Setiap dakwah pasti ada penentangnya. Jangan taman bacaan, agama saja ada yang menentang. Seperti dalam buku "Para Penentang Muhammad SAW" tegas dikatakan ada orang-orang yang menentang dakwah Islam. Bahkan Nabi Muhammad pun harus menghadapi banyak orang yang menyakitinya.
Maka taman bacaan di mana pun, setidaknya harus punya energi dan semangat yang lebih besar. Untuk menghadapi cobaan dari kaum penentang taman bacaan yang ada di wilayahnya. Karena penentangan di taman bacaan itu bisa berbagai macam. Mulai dari sikap permusuhan, fitnah, ghibah (ngomongin di belakang), dan pelarangan anak-anak membaca ke taman bacaan. Anehnya lagi, para penentang itu sama sekali tidak tahu tentang apa itu taman bacaan? Bahkan mungkin, tidak pernah menginjakkan kaki ke taman bacaan. Boro-boro peduli.
Apa saja bentuk penentangan di taman bacaan?
Sejauh pengalaman TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, ada beberapa motif penentangan terhadap taman bacaan. Diantaranya penentangan itu berbentuk:
1. Sikap permusuhan. Intinya, memusuhi taman bacaan atau pengelola taman bacaannya. Entah atas sebab apa, sama sekali tidak jelas. Bisa tidak mau taman bacaan maju, atau anak-anak tidak boleh maju? Sikap dan perilakunya memusuhi taman bacaan. Walau untuk hal-hal yang "menguntungkannya" tetap saja diterima. Kadang, ada juga orang yang memusuhi tapi tidak konsisten.
2. Fitnah. Selalu saja ada cerita yang "dikarang sendiri" tentang taman bacaan lalu disebar-luaskan. Fitnah ini biasanya lahir dari gosip-gosip kelompok kecil yang tidak punya kerjaan atau memang pribadi yang pikirannya negatif. Maklum kaum tukang fitnah ini tidak mampu dan tidak berdaya. Jadi, hanya bisa menebar berita bohong tentang taman bacaan.
3. Ghibah atau ngomongin di belakang. Ada daerah yang memang budayanya senang ghibah, gemar ngomongin taman bacaan atau pengelolanya di belakang. Ngomong langsung tidak berani tapi bisanya di belakang. Di titik ini, sangat jelas kualitas manusianya. Mengaji tidak bisa, ibdah pun tidak getol ya apalagi bila bukan ghibah yang bisa dilakukan.
4. Melarang anaknya membaca ke taman bacaan. Entah, apa sebabnya kok anaknya dilarang ke taman bacaan? Mungkin, taman bacaan dianggapnya punya mazhab yang berbeda dengannya. Kasihan hari gini masih ada anak yang dilarang membaca buku. Terus mau disuruh ngapain?
5. Tidak suka ada taman bacaan. Kaum yang tidak suka ini tidak punya alasan, kenapa dia tidak suka? Pokoknya tidak suka saja. Titik.
Apa yang mau dikatakan dengan tulisan ini?