Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

TERVERIFIKASI

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

In Memoriam A. Lotang Yunus, Perginya Sang Prajurit Teladan

Diperbarui: 10 Juni 2021   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

Siapa pun, suatu saat akan bertemu dengan kematian. Karena semua yang ada di dunia ini, hanya singgah sebentar. Hanya sementara dan semakin hari umur terus berkurang. Seperti siang berganti malam, maka hidup pun berganti mati.

Kematian memang bisa datang kapan saja. Dan dengan cara apa saja. Tanpa pernah bisa diduga. Karena kematian adalah rahasia-Nya. Tapi kematian seseorang yang baik, pasti akan membuat banyak orang kehilangan. Bahkan duka air mata seakan tidak akan pernah berhenti. Ada banyak kenangan, terlalu banyak cinta yang belum terurai.

Sore itu, Selasa 8 Juni 2021, kira-kira pukul 15.16 WIB. Bak petir di siang bolong, sama sekali tidak terduga. Dialah Ambo Lotang Yunus bin Kotto, lelaki 76 tahun yang awalnya sedang tertidur di kursi tamu lalu menghembuskan nafas terakhir. Pergi dengan wajah yang tersenyum, tenang dan penuh ikhlas. Meninggal dunia dengan cara yang mudah dan tidak merepotkan banyak orang. Sedang tidur lalu menghembuskan nafas terakhir. Innalillahi wainna ilaihi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah sosok penting dalam hidup saya. Bapak A. Lotang Yunus, sang prajurit teladan.

Ambo Lotang Yunus, seorang pensiunan dari tentara tahun 1992. Pangkat terakhir Peltu dari kesatuan Kostrad. Seorang prajurit yang sangat kestaria, pekerja keras, bertanggung jawab dan yang terpenting saat ini "sosok lelaki sejati yang setia". Dilahirkan di Bengo Maros Sulsel pada 11 April 1945. Anak yatim piatu sejak usia 8 tahun lalu ikut pamannya yang tantara ke Jakarta. Untuk sekolah dan mengadu nasib di Jakarta hingga akhirnya diterima sebagai tantara sersan di Kostrad. Menikah dengan seorang gadis kelahiran Pasar Burung Pramuka, Taty Raenawaty pada tahun 1969 hingga memiliki 4 anak. Yaitu Syarifudin Yunus, Siti Djulaeha, Zaenudin, dan Adriyansyah.  

Sosok prajurit teladan mulai muncul saat A. Lotang Yunus membesarkan anak-anaknya dengan penuh keprihatinan. Ekonomi yang bukan pas-pasan tapi kekurangan. Maklum saat itu gaji tantara kecil, bahkan uang lauk pauk pun masih Rp. 40.000 per bulan. Gaji tantara yang kecil dan tanggungan 4 anak-anak jadi dasar hidup prihatin. Dan keteladanan itu muncul saat sosok prajurit teladan ini tetap hidup apa adanya dan tidak neko-neko. Sebagai prajurit, ia hanya tahu mengabdi kepada bangsa dan negara. Tanpa pernah mengeluh gaji kurang atau dari mana dia bisa memberi makan keluarga di luar gaji?

Keteladanan sang prajurit kian terpancar. Saat ia mampu menyekolahkan semua anak-anaknya dengan segala keterbatasan ekonomi. Bahkan ia rela menjadi "satpam" di perusahaan swasta sepulang kerja tantara. Menginap dan meninggalkan istri dan 4 anaknya di rumah. Sekali lagi, dia teladan untuk tetap bertangung jawab menafkahi keluarganya sekalipun harus kerja siang-malam. Dan itu berlangsung hingga ia pensiun dari tentara tahun 1992.

Apa mau dikata? Setelah pensiun dia pun harus jadi koordinator satpam di Mall Atrium Senen. Hanya untuk menyambung hidup dan menafkahi keluarga dan biaya sekolah anak-anaknya. Saat justru sedang-sedangnya membutuhkan biaya. TV di rumah masih hitam putih, telepon ber-abodemen pun tidak ada. Sebuah kehidupan yang prihatin tetap melekat pada keluarga sang prajurit teladan. 

 Sejak Desember 1997, puncak keteladanan sang prajurit teladan pun kian spektakuler. Saat istrinya, Taty Raenawaty mengalami serangan stroke. Ia yang selalu setia mendampingi sang istri. Untuk berobat ke rumah sakit, melatih terapi jalan, hingga mendorong kursi roda. Di tengah kesibukan anak-anaknya, sang prajurit tetap setia merawat sang istri sehari-hari. Keadaan sang istri pun kian parah. Hingga tahun 2012 sama sekali hanya bisa terbaring di tempat tidur. Lagi-lagi, sang prajurit teladan kian terampil memberi makan, memandikan, bahkan menceboki sang istri. Apapun keadaan istrinya, dia selalu ada di sampingnya. Bukan hanya setia tapi merawat hingga sang istri meninggal dunia di tahun 2017. Itu berarti, selama 20 tahun, A. Lotang Yunus sang prajurit teladan merawat istrinya walau kadang waktu anak-anaknya datang silih berganti menengok dan membantunya. Ada pertanyaan penting di sini. Siapakah suami yang ikhlas merawat istrinya selama 20 tahun dalam keadaan stroke? Siapa pula suami yang buru-buru ingin meninggalkan istri atau menikah lagi di saat sang istri sakit berkepanjangan? Silakan mengacung bila itu Anda laki-laki sejati.

Sebagai anak sulungnya, saya adalah saksi nyata. Bahwa sang prajurit teladan bukan hanya berjiwa kestaria, pekerja keras, dan bertanggung jawab. Tapi dia adalah sosok lelaki sejati yang setia kepada istrinya. Sekalipun dalam keadaan sakit dan tidak bisa lagi melayani kebutuhan biologis. Bahkan suatu malam di tahun 2010, saya pernah menawarkan beliau untuk silakan menikah lagi. Tapi jawaban yang luar biasa dikatakannya. "Nak, saya tidak akan menikah lagi. Karena ibumu tidak pernah menyerah mendidik dan membesarkan ke-4 anaknya. Walau keadaan ekonomi sangat terbatas. Maka kini, saatnya saya merawat istri saya sendiri. Apapun yang terjadi".

Sepeninggal istrinya, sang prajurit mulai bernafas lega. Tidak lagi sehari-sehari sibuk merawat orang sakit. Walau mungkin, dia pun merasa kehilangan sang istri. Sejak 2017 dia hidup sendiri, mencari aktivitas sehari-hari sendiri. Walau ditemani anak perempuannya di rumah. Tapi berangsur-angsur, dia sangat menikmati kesendirian sebagai orang tua di masa pensiun sambil bermain dengan 11 cucu-nya dan 1 cicit. Badannya mulai berisi dan wajahnya lelahnya mulai tidak terlihat lagi. Dia happy, dia mulai punya "energi baru" dalam kehidupan di hari tuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline