Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Darurat Guru, Kenapa Bisa Terjadi?

Diperbarui: 23 Februari 2021   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

Prihatin terhadap dunia Pendidikan. Saat membaca berita "Kecamatan Rumpin darurat duru da kepala sekolah". Akibat 23 guru tahun 2021 ini bakal pensiun. Praktis, guru honorer jadi andalan. Sekolah kekurangan guru. Dari data yang ada, kebutuhan kepala sekolah di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor sebanyak 63 orang, sedangkan untuk guru kelas dibutuhkan 494 orang guru (sumber). Keadan darurat guru ini sangat memprihatinkan. Apalagi di tengah pandeni Covid-19 dan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang sangat butuh guru-guru kreatif. Bisa jadi, fenomena darurat guru ini dialami di daerah-daerah lain di Indonesia.

Bercermin dari kondisi ini, dapat dipastikan ada masalah dalam tata kelola guru dan lembaga pendidikan sekolah di Indonesia.  Apalagi menyusul kebijakan SKB 3 Menteri (Menteri Agama -- Mendikbud - Mendagri) yang didukung Menpan dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan tidak adanya rekrutmen guru CPNS tahun 2021. 

Lalu diubah menjadi program rekrutmen 1 juta guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Konsekuensinya, pelaksana pendidikan di level daerah kebingungan. Bagaimana antisipasi para guru dan kepala sekolah ASN yang pensiun? Sehingga lamban dalam proses rekrutmen guru pengganti.

Maka sebagai solusi terhadap kondisi darurat guru atau kekurangan guru, pemerintah melalui Mendikbud perlu segera memberikan peraturan menteri untuk menegaskan 1) pejabat Pendidikan kabupaten/kota di daerah harus segera memperoses pengganti guru ASN yang akan pensiun tanpa terkecuali, apapun statusnya dan 2) rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2021 harus dipercepat sesuai dengan kuota masing-masing daerah.

Di sisi lain, agenda terkait guru pun harus mendapat perhatian khusus. Jangan ada marjinalisasi terhadap guru honorer di daerah yang selama ini terjadi. Karena selama ini guru honorer selalu dianggap "nomor dua".  Maka guru honorer perlu mendapat prioritas dan pengembangan agar lebih berkualitas, di samping mendapat kesejahteraan yang layak. Masalah guru honorer ini bukan hanya terjadi di sekoah negeri. Tapi terjadi pula pada status "guru tidak tetap" di sekolah-sekolah swasta. Status guru di sekolah swasta pun sepertinya tidak mendapat perhatian pemerintah. 

Penting untuk diketahui. Selain soal guru honorer di sekolah negeri, masalah kesejahteraan guru di sekolah swasta pun patut diperhatikan. Agar sesuai dengan standar upah yang berlaku di daerah tersebut. 

Intinya, agar ada kepastian akan kesejahteraan para guru sekolah swasta dan honorer. Karena faktanya, tidak sedikit guru honorer atau swasta di daerah yang upahnya di bawah standar UMP/UMR. Bila buruh bisa demo atas upah, apa guru tidak boleh demo untuk kesejahteraan mereka?

Belum lagi di luar sana, masih banyak universitas khususnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) masih memproduksi tenaga calon guru. 

Animo generasi muda untuk menjadi guru yang masih besar. Masih ada puluhan ribu lulusan S1 calon guru dari berbagai perguruan tinggi. Sementara rekrutmen guru di sekolah justru dibatasi. Pendidikan menjadi kian tragis.

Masalah guru, sebenarnya isu klasik dunia pendidikan di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline