Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Taman Bacaan Mati Suri? Tiga Cara Tata Kelola Taman Bacaan di Indonesia

Diperbarui: 1 Oktober 2020   20:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Dalam survei kecil saya, 70% dari TBM atau taman bacaan yang ada terkesan "mati suri". Dibilang ada lembaganya tapi tidak ada aktivitasnya. Mungkin, karena taman bacaan dianggap sebagai kegiatan sosial. Sehingga cara mengelolanya pun bersifat sosial. Sebagian besar operasionalnya keluar dari "kocek pribadi' pendirinya. Apalagi tidak mendapat dukungan dari pemda setempat, di samping sulit memperoleh donasi buku bacaan. Bila asumsi itu benar, maka wajar taman bacaan memang "mati suri".

Berangkat dari realitas itu, saya di TBM Lentera Pustaka selalu cari cara yang kreatif. Spiritnya sederhana, menjadikan taman bacaan sebagai tempat yang menarik dan menyenangkan. Itulah yang saya sebut "TBM Edutainment". Sebuah model tata kelola taman bacaan yang berbeda; berbasis edukasi dan hiburan. Sejalan itu pula, saya berkomitmen untuk "terjun langsung" mengelolanya. Hingga akhirnya, saya "menawarkan" beberapa korporasi untuk ber-CSR di TBM Lentera Pustaka. Alhasil, alhamdulillah sejak 3 tahun berdiri. TBM Lentera Pustaka selalu "dipilih" sebagai sasaran CSR korporasi. Tiap tahun ada 3 perusahaan ber-CSR sebagai sponsor. Tentu untuk menutupi biaya operasional taman bacaan, seperti: membeli buku, honor petugas baca, bayar listrik & wifi, dan lainnya.

Apa yang saya mau bilang di sini? Sederhana, taman bacaan harus terus memperbaiki diri. Terus berbenah dalam hal 1) mengajak anak-anak usia sekolah untuk membaca, 2) menyediakan buku-buku bacaan secukup mungkin, dan 3) komitmen pengelola yang harus kokoh -- tidak pantang menyerah. Berbasis kondisi itulah, aktivitas taman bacaan bak "air mengalir". Terus bergerak dan bertemu di "hulu" dengan orang-orang baik, speerti donatur buku bacaan dan CSR korporasi sebagai sponsor.

Di TBM Lentera Pustaka, saya belajar betul. Bahwa mengelola taman bacaan tidak cukup hanya "komitmen". Tapi harus didukung sikap "konsistensi" yang tidak berkesudahan. Dan mengandalkan pola interaksi yang "partisipatif" bukan "sosial". Sehingga semua pihak merasa terlibat sesuai dengan kapasitasnya dan kebisaannya.

Maka taman bacaan di manapun, seperti TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor yang saya kelola harus terus memperbaiki diri. Berbenah terus untuk menambah "daya dobrak" kemanfaatan bagi masyarakat sekitarnya. Bahkan harus "tahan banting" dari berbagai cobaan yang kadang bikin frustrasi. Taman bacaan memang harus tahan bantin, di samping harus terus memperbaiki diri.

Lalu, bagaimana cara taman bacaan memperbaiki diri agar tetap eksis?

Berdasar pengalaman saya, maka setidaknya ada 3 cara taman bacaan tidak boleh "kehilangan" semangat memperbaiki diri. Agar tetap dapat eksis, tumbuh dan berkembang dalam menegakkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.

1. Tetapkan tujuan dan sasaran taman bacaan yang paling mudah. Semuanya dilakukan secara perlahan dan bertahap. Karena taman bacaan memang harus berproses dengan segala peluang dan tantangannya. Semangat juang pegiat literasi di taman bacaan pun harus bertahap.

2. Tetapkan tindakan kecil untuk terus memperbaiki kondisi taman bacaan secara berkelanjutan. Jangan cepat puas di taman bacaan karena itu menyesatkan. Perbaiki tempat membaca anak-anak, perbaiki kondisi buku-buku, perbaiki program baca anak-anak, bahkan perbaiki terus tata kelola taman bacaan speerti kartu baca anak-anak.

3. Lakukan evaluasi secara berkala dengan orang-orang yang terlibat di taman bacaan. Evaluasi itu penting untuk mengukur efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran taman bacaan. Kemajuan taman bacaan, tentu hanya bisa dicapai bila ada evaluasi. Agar siapapun yang ada di taman bacaan tetap mau berbenah dan memperbaiki diri. Karena taman bacaan itu unik. Tidak punya aturan baku seperti sekolah formal tapi yang dikelola anak dan untuk membangun tradisi membaca. Unik lagi sulit taman bacaan itu. Apalagi banyak orang tidak peduli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline