Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Hari Aksara Internasional dan Krisis Literasi

Diperbarui: 8 September 2020   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Praveen Gupta on Unsplash

Tanggal 8 September selalu diperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Tujuannya agar masyarakat internasional sadar akan pentingnya melek aksara, baik terbebas dari belenggu buta huruf maupun siap menuju masyarakat literat.

Wabah Covid-19 telah mengubah segalanya. Kesiapan masyarakat untuk menerima perubahan dalam tatanan kenormalan baru pun menjadi bagian dari masyarakat literat. 

Maka diskursus tentang hari aksara tidak lagi dapat dimaknakan sebagai memberantas buta huruf atau kegiatan baca tulis, Namun lebih dari itu, menuju tatanan masyarakat literat. Masyarakat yang memiliki kesadaran belajar untuk memahami keadaan. Itulah yang disebut literasi.

Maka wajar, hari aksara internasional sama sekali tidak dapat dipisahkan dari budaya literasi. Di era revolusi industri 4.0 yang penuh dengan kompetisi dan gempuran digital, upaya membangun masyarakat literat pun kian sulit dibantah. 

Masyarakat yang mampu memilah dan memilih informasi. Agar terhindar dari hoaks, terhindar dari ujaran kebencian dan fitnah. Bahkan mampu menghindari diri dari keadaan disharmoni sosial. Atas sebab dan alasan apapun.

Maka di Hari Aksara Internasional kali ini, penting untuk mengingatkan masyarakat untuk lebih meningkatkan kemampuan literasi pada dirinya secara terus menerus. Agar perubahan zaman dan peradaban yang begitu cepat dapat diantisipasi, bukan malah menjadi “korban”. 

Setidaknya ada 6 (enam) kemampuan literasi dasar masyarakat yang harus diperkuat di era kenormalan baru, yaitu: 1) literasi baca tulis, 2) literasi numerasi, 3) literasi sains, 4) literasi finansial, 5) literasi digital, dan 6) literasi budaya dan kewargaan.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Patut dipahami, hari ini literasi tidak lagi dimaknakan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Tapi literasi menyangkut kecakapan individu dan komunitas masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan atau keterampilan dalam berbagai bidang. 

Literasi yang berbasis kecakapan dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk dapat bertahan dalam hidup. Maka mau tidak mau, masyarakat yang literat pada akhirnya hanya dapat dibangun pada masyarakat yang masih memiliki kesadaran untuk belajar dan mampu memahami keadaan. 

Di saat yang sama, masyarakat literat harus ditopang oleh kompetensi yang memadai di bidang akademik, informasi, sosial, dan nilai-nilai budaya.

Hari Aksara Internasional atau literacy day. Poin pentingnya, siapapun harus terlibat dalam mewujudkan masyarakat yang literat. Masyarakat yang sadar belajar dan sadar informasi. Sekaligus mampu mengambil peran dalam membebaskan sekitar 3,4 juta orang Indonesia yang saat ini masih dalam keadaan buta huruf. Agar hari aksara tidak lagi diperingati secara seremonial. Tapi mampu melakukan aksi nyata dan terjun langsung ke masyarakat untuk melakukan program pemberdayaan, seperti taman bacaan atau pusat kegiatan belajar masyarakat. Agar masyarakat dapat memberdayakan potensinya sendiri, di samping mampu meningkatkan martabatnya sebagai warga masyarakat di tengah gempuran era digital.

Memang tidak mudah membangun masyarakat yang literat. Masyarakat yang sadar belajar, sadar untuk memahami keadaan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline